Pohon geulumpang (Sterculia foetida) tumbuh di pintu masuk sebelah utara masjid. Selama ini pohon tersebut dijadikan situs sejarah perang Aceh melawan Belanda. Di lokasi itulah panglima perang Belanda, Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler tewas ditembak pejuang Tanoh Rencong.
Kohler tewas pada 14 April 1873 dalam peperangan di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Ia terkena tembakan tepat di jantungnya. Seketika, Kohler ambruk bersimbah darah di bawah pohon geulumpang tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita kurang sepakat ketika di sana ada bukti heroik dikuburkan. Kita sangat menyayangkan atas hilangnya jejak sejarah masa lalu," kata Tarmizi kepada wartawan, Sabtu (21/11/2015).
Pohon yang diistilahkan dengan Kohler Boom alias Pohon Kohler oleh masyarakat Belanda ditebang Kamis (19/11) lalu. Tidak banyak yang tahu proses penebangan ini. Pasalnya, selama proses pengerjaan proyek, sekelilingnya ditutup.
Selain sebagai situs sejarah, pohon ini sering dijadikan tempat berteduh pengunjung masjid. Kehadirannya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Tak hanya pohon Kohler, beberapa pohon kurma yang tumpuh di halaman masjid juga habis ditebang.
Menurut Tarmizi, pohon Kohler selama ini menjadi kebanggaan masyarakat sebagai inspirasi jiwa kepahlawanan dalam melawan penjajah. Penebangan pohon tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan rasa tidak percaya generasi muda terhadap sejarah tewasnya Kohler di sana.
"Kini sudah tidak ada lagi kebanggaan itu, sudah hilang seketika," ungkapnya.
Di bawah pohon Kohler, dibangun sebuah prasasti yang menjelaskan tentang jejak sejarah tewasnya Kohler di sana. Tapi kini prasasti itu juga sudah tidak ada lagi. Di momumen prasasti bertuliskan:
"Tanggal 14 April 1873, di tempat ini Mayor Jendral J.H.R. Kohler tewas dalam memimpin penyerangan terhadap Masjid Raya Baiturrahman. Banda Aceh, 14 Agustus 1988, Gubernur Ibrahim Hasan."
Belanda mengeluarkan maklumat perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873. Ribuan tentara Belanda di bawah komando Kohler mendarat di Pante Ceureumen, Ulee Lheu, Banda Aceh, tiga minggu kemudian. Perang antara penjajah dengan pejuang Tanoh Rencong pecah.
Pada 14 Maret 1873, Belanda melancarkan serangan ke Masjid Raya Baiturrahman. Di sana basis pertahanan pasukan Aceh. Pimpinan pasukan Aceh Teungku Imum Lueng Bata bersama prajuritnya melakukan perlawanan.
Dalam pertempuran sengit itulah Kohler ditembak penembak runduk pasukan Aceh yang mengendap di balik semak-semak. Ada yang menyebut, si penembak adalah Teungku Imum Lueng Bata.
Kematian Kohler menjadi pukulan bagi pasukan Belanda. Prajurit dari negara berjuluk Negeri Kincing Angin, panik. Mereka akhirnya gagal menguasai masjid Kerajaan Aceh tersebut.
Jasad Kohler kemudian dibawa ke Singapura dengan kapal uap Koning der Nederlanden, kemudian dilanjutkan ke Batavia (kini Jakarta) dan dimakamkan di Pemakaman Tanah Abang dengan penghormatan militer. Pada tahun 1976 pemakaman tersebut digusur. Kuburan Kohler kemudian dipindahkan ke Kedutaan Besar Belanda.
Dua tahun kemudian, atas usulan Gubernur Aceh saat itu Abdullah Muzakir Walad, kerangka Kohler dibawa kembali ke Aceh dan dimakamkam di Kerkhof Banda Aceh. Di sana tempat dikuburnya 2.000 pasukan Belanda yang tewas selama bertempur melawan pejuang Aceh.
Seiring zaman, pohon tempat tewasnya Kohler makin menua dan mati. Gubernur Aceh Ibrahim Hasan menanamkan pohon jenis sama di lokasi semula pada tahun 1988. Hal ini dilakukan sebagai penanda sejarah kematian sang jenderal Belanda. Di sana juga dibangun sebuah prasasti pada tahun yang sama.
Menurut Tarmizi, seharusnya lokasi situs sejarah ini tidak dirusak oleh kontraktor pelaksana perluasan masjid. "Seharusnya lokasi sejarah ini dipagar dan tidak diganggu dalam kegiatan proyek perluasan masjid untuk menjaga nilai sejarahnya," ungkapnya.
![]() |
"Kalau bukti sejarah ini dihilangkan, apa yang mau kita banggakan lagi? Roh masjid raya ada di situs-situs sejarahnya," kata Haekal. (mok/mok)