Hal itu mengingatkan pada kota di Pulau Bali, Denpasar yang beberapa pohonnya juga dipasangkan kain bercorak hitam dan putih. Sebenarnya, apa makna dibalik pemasangan kain tersebut pada batang pohon?
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pun dengan gamblang menjelaskan maksud pemasangan kain pada batang pohon tersebut. Selain itu, dia juga menjelaskan makna dibalik pemasangan gapura dari anyaman bambu lengkap dengan capingnya. Β
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pohon-pohon yang di jalan itukan punya pemda. Dan itu (pemasangan kain pada batang pohon) bukan tradisi baru ya. Itu tradisi Sunda lama. Orang Sunda itu memang dulu suka pohon suka diikat," lanjutnya.
Memang sejak dahulu, Dedi menambahkan, orang sunda suka mengikat pohon namun tidak menggunakan kain. Jaman dahulu, orang sunda mengikat pohon dengan menggunakan tali bambu.
"Kemudian diselipin padi di talinya itu," tambah Dedi.
Pemasangan kain pada pohon-pohon tersebut memang merupakan inisiatif Dedi ketika baru menjabat sebagai bupati. "Baru mulai sekitar 2009, waktu saya menjabat saja," ucapnya yang menggunakan pakaian 'kebesaran' warna putih.
Kain bercorak warna hitam dan putih yang mengikat pohon pun memiliki arti tersendiri bagi Dedi. Warna hitam dan putih merupakan warna spiritualitas orang Sunda.
"Jadi oleh karena itu hanya dua warna itu saja. Hitam dan putih. Tidak ada warna lain. Karena itu melambangkan dua hal yaitu tanah dan air. Tanah yang hitam dan air yang putih," tutur Dedi.
Kain yang mengikat batang pohon pun mempunyai fungsi tersendiri bagi Kota Purwakarta. Kain tersebut menjadi tanda larangan untuk tidak memasang spanduk dan poster di pohon-pohon.
"Gak boleh. Kalau sudah dipasang kain gak boleh (tempel spanduk dan memaku pohon). Kalau ada yang nakal kita hukum saja, ganti pohonnya," ungkapnya.
Tidak hanya di batang pohon saja, Dedi mengaplikasikan warna hitam dan putih tersebut. Di kantornya pun, mulai kursi hingga karpet, corak warna hitam dan putih pun terlihat. (yds/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini