Komisi III DPR berdalih sedikitnya anggaran tersebut karena saat ini negara sedang berhemat. Atas alasan tersebut, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono menegaskan dirinya tidak setuju dengan istilah penghematan dalam penegakan hukum.
"Penegakan hukum itu konsumtif, tidak ada istilah penghematan. Kalau ada penghematan enggak akan ada penegakan hukum," ujar Harjono saat berbincang dengan detikcom, Selasa (17/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kewenangan Jaksa Agung, kenapa DPR ikut-ikutan? Kalau Jaksa Agung mau borongan ya harusnya disetujui. Intinya penegakan hukum itu konsumtif," ucap ahli hukum tata negara itu.
Sebagai akademisi yang telah mengenyam asam garam dinamika hukum, Harjono memberikan saran kepada Jaksa Agung dalam teknis eksekusi itu. Menurutnya, eksekusi jangan dilakukan secara borongan untuk meredam reaksi internasional.
"Sebaiknya sedikit-sedikit saja supaya reaksi dunia tidak begitu ada polemik," ucap Harjono.
Sebagaimana disampaikan Luhut dalam acara silaturahim kementerian di jajaran Kemenko Polhukam di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (11/11) malam, Luhut menyatakan pemerintah masih konsentrasi dalam pemberantasan narkoba. Pemerintah terus memonitor peredaran narkoba, yang acapkali dikendalikan dari dalam bui.
"75 Persen narapidana kasus narkoba masih mengontrol bisnis narkoba dari dalam penjara," kata Luhut.
Ucapan itu bukannya tanpa dasar. Lihatlah contohnya Freddy Budiman yang masih bisa mengontrol narkoba meski dijebloskan ke Nusakambangan dan telah divonis mati. Ada pula Simon Ikecuku yang dipidana 20 tahun penjara dan mengulangi lagi perbuatannya saat menghuni LP Cipinang. Ia lalu dihukum mati.
Di Makassar, Amir Aco merupakan penjahat kambuhan yang licin. Ia pernah dihukum 6 tahun penjara dan dihukum lagi dengan hukuman 20 tahun penjara. Dua-duanya di kasus narkoba. Saat menjalani hukuman ini, ia kabur. Tidak berapa lama, ia kembali dibekuk dan dihukum mati di kasus 1 kg sabu. Tapi, lagi-lagi petugas LP menemukan narkoba di selnya, pekan lalu.
Hingga saat ini, terdapat 130-an lebih terpidana mati yang menanti eksekusi. Mereka dihukum karena pembunuhan berencana, narkoba dan kejahatan serius lainnya.
Di sisi lain, DPR hanya menyetujui anggaran eksekusi mati hanya untuk 14 terpidana pada 2016 nanti. DPR beralasan negara sedang berhemat.
"Semua memang sedang kita potong anggarannya. Berhemat karena ekonomi melambat," kata anggota Komisi III Erma Suryani Ranik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (16/11) kemarin. (rvk/asp)











































