Tapi itu dahulu, pasar buku Senen kini mulai dilupakan. Berdirinya toko buku di mal-mal dan juga budaya membaca digital yang tengah ngetrend membuat pasar buku Senen kehilangan banyak konsumen.
![]() |
"Awal mula toko buku ini pada tahun 80'an semenjak pindah dari terminal Lapangan Banteng. Zaman dulu kan ada terminal pusat ada di Lapangan Banteng, jadi jurusan luar dalam kota di situ. Kalau sekarang jurusan dalam kota di Terminal Senen, kalau luar kota ada di Pulogadung, Kampung Rambutan, dan Kalideres. Jadi penjual buku mengikuti kemana pindahnya terminal dan ada satu lagi tempat jual buku yaitu di Kwitang, tapi semenjak ada penggusuran tinggal toko buku modern yang masih ada di Kwitang," jelas Hasan (55) berbagi cerita ke detikcom, Kamis (12/11).
Hasan sudah 35 tahun berdagang buku. Dia masih ingat saat masa jaya, di mana berdagang sampai larut malam dan bahkan sampai mengirim kartu lebaran atau buku ke Hong Kong. Ya, tapi itu dahulu.
![]() |
"Saya termasuk generasi tua yang jualan buku di sini. Saya hobi baca, makanya saya dagang buku. Kalau dulu masih jualan koran majalah ya sampai malam, soalnya masih laris," urai Hasan yang buka kios bukunya sejak pukul 09.00-17.00 WIB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu saya pernah jual kartu lebaran sampai ke Hongkong ditujukan ke Mr Wong, dia punya minimarket, dan kartu lebaran saya dijual di tokonya. Karena banyak WNI di sana yang beli dan ngirim kartu tersebut ke Indonesia," tutur dia.
Zaman berganti dan sejak era HP meledak, internet semakin berkembang, pasar buku seperti kehilangan magnetnya. Sejak 2005, penurunan mulai terasa.
"Kalau buku sekarang penjualan susah. Kalau ada modal saya ingin ganti usaha. Kalau dulu saya dapat enaknya, dulu jual buku apa saja bisa laku tapi sekarang setelah banyak gadget canggih toko seperti ini mulai ditinggalkan," ujar Hasan sambil melayani pelanggan yang mencari buku untuk anak sekolah. (dra/dra)