Ada Tambang Platinum di Antariksa

Proyek Tambang di Antariksa

Ada Tambang Platinum di Antariksa

Sapto Pradityo - detikNews
Kamis, 12 Nov 2015 16:33 WIB
Ada Tambang Platinum di Antariksa
Foto: Deep Space Industries
Jakarta -

Berita beberapa hari lalu meniupkan angin sejuk ke markas Deep Space Industries dan Planetary Resources. Secara aklamasi, Senat Amerika Serikat meloloskan Rancangan Undang-Undang Antariksa 2015. Pada satu bagian, undang-undang itu memberi jaminan bagi perusahaan "tambang antariksa", seperti Deep Space dan Planetary.

Planetary dan Deep Space, menurut rancangan undang-undang itu, punya hak yang sah atas setiap keping atau bongkah material yang diperoleh jika proyek "tambang antariksa" mereka berhasil. "Bisnis di luar planet kita ini akan mengubah selamanya kehidupan di bumi," kata Chris Lewicki, Presiden Planetary Resource. Seperti apa proyek tambang di antariksa ini?

Ide agak "sinting" itu sebenarnya berumur lebih dari seabad. Pada 1898, astronom dan novelis sains-fiksi Garrett Putman Serviss sudah membayangkan menemukan tambang emas raksasa yang terkubur dalam asteroid. Dalam novel sains-fiksi Edison's Conquer of Mars, dia menuturkan penemuan tambang emas tak terduga tersebut.

NASA


Walaupun terdengar kurang lazim, ide itu masih terus bertahan hingga saat ini. Penerus mimpi Garrett pada abad ke-21 ini adalah Peter H. Diamandis, Eric C. Anderson, Rick N. Tumlinson, dan Daniel Faber. Mereka punya jam terbang tinggi dalam rupa-rupa bisnis antariksa. Peter dan Eric pernah bekerja sama mendirikan Space Adventures, perusahaan yang menawarkan perjalanan tak lazim, yakni wisata antariksa. Delapan wisatawan, di antaranya Denis Tito, telah mereka terbangkan ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS).

Sekarang Peter bersama Eric kembali mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang yang agak berbau cerita fiksi, yakni Planetary Resources. Rick dan Daniel Faber mendirikan pesaingnya, Deep Space Industries. Kedua perusahaan itu sama-sama bergerak di sektor pertambangan. Namun bukan batu bara di Kalimantan atau emas di Papua yang hendak mereka keruk dari perut bumi, melainkan metal langka yang ada di atas langit sana.


Seperti angan-angan Garrett seabad silam, Peter, Rick, dan teman-temannya yakin puluhan ribu atau ratusan ribu kilometer di langit sana ada potensi tambang yang sangat menggiurkan yang ada dalam ribuan asteroid, terutama yang beredar tak jauh dari bumi (near earth asteroid). "Asteroid ini benar-benar low hanging fruit dalam tata surya," ujar Eric, kepada Space, menggambarkan betapa besar potensi keuntungan tambang antariksa ini.

Walaupun Eric Anderson seolah-olah mengesankan bisnis ini akan dengan gampang mengeruk logam berharga dan keuntungan otomatis mengalir deras ke brankas mereka, tambang antariksa ini terang bukan pekerjaan gampang. Belum ada teknologi yang terbukti bisa efektif mengambil material dari asteroid dalam jumlah besar. "Kita bicara soal sesuatu yang luar biasa sulit," Peter Diamandis menuturkan blak-blakan. Namun dia tetap meyakini, walaupun teknologinya sangat pelik, tambang antariksa bukan hal mustahil.

Dia menuturkan tantangan tambang antariksa ini kurang-lebih setara dengan kesulitan pengeboran minyak di laut dalam di Teluk Meksiko oleh Shell Oil Company. Perlu uji coba dan pelatihan bertahun-tahun hingga Shell berhasil menembus dasar Teluk Meksiko, yang berada 2.400 meter dari permukaan laut. Shell juga mengeluarkan ongkos sangat besar. Namun menurut kalkulator bisnis, keluar ongkos Rp 1.000 triliun pun tak jadi soal asalkan bisa meraup Rp 1.500 triliun.

Ide bisnis Eric dan Peter ini memang agak "sinting", tapi mereka beruntung bertemu dengan para triliuner "edan", seperti pendiri Google, Larry Page; mantan bos Google, Eric Schmidt; miliuner Ross Perot Jr; sutradara film Avatar, James Cameron; dan pemilik Intentional Software, Charles Simonyi.

"Dorongan memburu sumber daya alamlah yang menemukan Amerika dan membuka daerah barat Amerika Serikat. Dorongan serupa juga berlaku bagi para perintis di antariksa," ujar Schmidt, kepada LiveScience. Para juragan tajir inilah yang tak segan "berjudi" untuk proyek fiksi Planetary dan Deep Space.

NASA


Potensi material langka di atas langit sana, paling tidak di mata Eric, Peter, dan para penyokongnya, diduga memang sangat besar. Dalam satu asteroid berdiameter 0,5 kilometer saja, menurut Eric Anderson, terdapat logam kelompok platinumβ€”platinum, paladium, rutenium, rodium, osmium, dan iridiumβ€”lebih banyak dibanding seluruh platinum yang pernah ditambang di bumi sepanjang sejarah.

Padahal kebutuhan material ini untuk memasok industri elektronik dan otomotif sangat besar. Secara alamiah, material langka tersebut tak tersedia di alam bebas. Dia terbentuk akibat tumbukan bumi dengan asteroid. "Makanya kami pergi ke sumbernya langsung," ujar Eric Anderson.

Halaman 2 dari 2
(sap/iy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads