"Ada beberapa sumber-sumber yang harus diwaspadai. Masalah yang dapat berpotensi konflik dari waktu ke waktu. Kemudian politisasi birokrasi seperti yang sudah disampaikan Pak Luhut, intelijen bisa mencegahnya," ungkap Badrodin.
Hal tersebut disampaikannya dalam Rakornas Pemantapan Pelaksanaan Pilkada Serentak di Gedung Ecopark, Ancol, Jakut, Kamis (12/11/2015). Menurut Kapolri, ketidaknetralan penyelenggara yang juga menjadi potensi dalam pilkada serentak dapat diselesaikan dengan aturan yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai tindakan black campaign, Kapolri pun mewanti-wanti. Serangan terhadap lawan dengan cara kampanye hitam terutama yang berbau SARA, dapat dikategorikan sebagai hate speech dan akan diproses sesuai aturan yang ada.
Ini menurut Badrodin seperti terjadi di Depok. Di daerah tersebut warga dikejutkan dengan adanya spanduk yang menyebut untuk membuat dukungan gereja per satu kelurahan dengan terpasang foto pasangan calon walikota-wakil walikota Depok Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi. Dalam spanduk itu bertuliskan 'Haleluya...Puji Tuhan... Ayo Sukseskan Satu Kelurahan Satu Gereja'. Di dalamnya terdapat gambar gereja dan foto Dimas-Babai.
"Black campaign terkait SARA, saya minta Kapolres Depok, ini bisa dikenakan SE Kapolri, SARA dibawa-bawa kampanye bisa menimbulkan kekerasan, permusuhan bisa dikenakan hate speech," tegas Badrodin.
"Provokasi elite politik harus betul-betul diwaspadai misalnya yang selisih lebih dua persen tidak diproses atau diterima MK didrop di situ akan timbul masalah," sambungnya.
Selain itu, Badroin juga menyampaikan kepada jajarannya bahwa tugas pokok Polri dalam Pilkada serentak adalah bagaimana menciptakan situasi yang kondusif agar Pilkada berjalan lancar. Kedua adalah melakukan pengamanan, dan ketiga yakni melakukan penegakkan hukum jika ada tindak pidana pemilu.
"Sasaran keamanan, distribusi logistik kita punya kewajiban kalau ada yang tersendat-sendat bisa bantu kita. Keamanan pemilih kita bisa bantu kalau ada kekhawatiran minta saja sama polres terkait. Keempat rasa aman masyarakat mengunakan hak pilih," tuturnya.
Untuk proses pilkada ini Polri disebut Badrodin menerjunkan 184.202 personel ditambah 11.000 prajurit TNI dan juga ada bantuan dari Satpol PP. Untuk masa kampanye, ia juga memberi arahan khusus.
"Polres kita juga siapkan, kampanye sekarang lebih soft. Kampanye rapat umum dibatasi. Gubernur kampanye 2 kali, bupati kampanye 1 kali, yang dua kali bisa dikordinasikan polda agar tak berbenturan masa," tukas Badrodin.
"Kesiapan pilkada dilengkapi pada November, kalau nggak siap ujungnya keamanan, pengurusan ganda bisa menimbulkan masalah, Mojokerto putusan MA, hasutan, yang dicoret KPU dihidupkan putusan PTUN, digugurkan PTUN yang disetujui DPP partai," tambah dia.
Kapolri juga menegaskan bahwa personel Polri tidak diberkenankan untuk ikut melakukan penghitungan suara. Ia juga meminta jajarannya untuk memperhatikan adanya sejarah konflik masing-masing pasangan calon dalam pilkada.
"Biasanya gubernur dengan wagub head to head bisa kebawah-bawah. Termasuk kab Mojokerto, Bima dll. Ini polres sudah mengidentifikasi, Papua beberapa daerah harus diantisipasi sejak awal, potensi kecil harus dimaksimalkan sedikit mungkin agar tidak terjadi gangguan terbuka," bebernya.
Sementara itu Mendagri Tjahjo Kumolo menyerahkan mengenai potensi konflik kepada yang memiliki wewenang. Termasuk mengenai spanduk SARA di Depok
"Kan sudah ada KPU, sudah ada Bawaslu. Kita serahkan saja," kata Tjahjo di lokasi yang sama.
Ia pun menyatakan bahwa daerah-daerah yang berpotensi konflik hingga saat ini masih aman. Seperti Ambon dan Papua serta daerah yang memiliki calon tunggal. Mengenai Rakornas yang diselenggarakan ini, menurut Tjahjo akan dilakukan secara berkala.
"Ini menyamakan persepsi saja, kesiapan bagaimana. Ada arahan dari kementerian-kemeterian. Ini kan baru tahap pertama, jadi harus lancar aman dan sukses, separuh saja rusuh akan menggegerkan. Nanti akan ada lagi 2017, lalu 2019," tutupnya.
(ear/dnu)











































