Privatisasi Mendoan, Penjelasan Kemenkum HAM Bikin Blunder

Privatisasi Mendoan, Penjelasan Kemenkum HAM Bikin Blunder

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 08 Nov 2015 12:58 WIB
Bupati Banyumas Achmad Husein membuka Festival Mendoan (arbi/detikcom)
Jakarta -
Ditjen Kekayaan Intelektual (KI) Kemenkum HAM meminta masyarakat tidak usah risau dengan merek 'mendoan' yang dimiliki Fudji Wong. Namun penjelasan tersebut dinilai blunder dan membingungkan.

"Bagaimana kalau ada warga memasang tulisan di warungnya 'Menjual Mendoan', bukankah berarti menjual barang dengan merek orang lain? Dan bisa dilaporkan secara pidana dan dituntut secara perdata oleh pemegang merek 'mendoan'?" kata praktisi hukum Hermawanto kepada detikcom, Minggu (8/11/015).

Fudji Wong menjadi pemegang hak eksklusif merek dagang Mendoan dengan sertifikat IDM000237714. Dia mendaftarkan merek itu di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak 23 Februari 2010 dan akan berlaku hingga 15 Mei 2018. Merek ini masuk dalam Kelas 29 dan tempe mendoan masuk dalam kategori ini. Berdasarkan UU Merek, pemegang merek bisa menggugat siapa pun yang memakai mereknya. 

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ditjen KI seharusnya jangan membikin gaduh. Silakan mediasi dan pertemukan pemegang merek dengan Pemda dan menyelesaikan secara bersama-sama," ujar advokat yang mengambil gelar S1-nya di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto yang juga kota markas mendoan.


Dalam siaran persnya, Ditjen KI menyebut merek 'mendoan' tidak mencakup perlindungan dengan jenis barang 'tempe mendoan' seperti yang kita kenal saat ini. Sehingga tidak benar apabila pedagang-pedagang tempe harus membayar royalti kepada pemilik merek terdaftar. Selain itu pula tempe mendoan merupakan warisan budaya tradisional yang harus dilestarikan, sehingga tidak dapat didaftarkan sebagai merek personal maupun didaftarkan sebagai paten karena tidak memiliki nilai kebaruan. Sehingga Ditjen KI meminta masyarakat tidak terpancing isu-isu yang dinilai tidak terkonfirmasi itu. 

Menurut Hermawanto, keterangan Ditjen KI ini bertolakbelakang dengan fakta yang ada. "Pernyataan Ditjen KI cuma bikin gaduh," ujar Hermawanto.

Kasus mendoan tidak akan menjadi masalah jika kata 'mendoan' digunakan untuk kelas yang tidak identik, seperti untuk Hotel Mendoan, sepeda motor Mendoan, pesawat terbang Mendoan atau merek fashion jas Mendoan. Kasus merek 'mendoan' ini juga mengingatkan kepada kasus 'kopitiam'. Di mana kopitiam yang berarti warung kopi, tiba-tiba diprivatisasi oleh perorangan sehingga kopitiam/warung kopi yang telah ada, harus mengganti namanya dan dilarang kembali menggunakan kata kopitiam/warung kopi.

Sementara itu, untuk mencounter privatisasi ini, Pemkab Banyumas melakukan aksi nonlitigasi yaitu dengan menggelar Festival Mendoan di ibukota Banyumas yaitu di Purwokerto pagi ini dan berjalan sukses. Ribuan orang tumpah ruah ke komplek alun-alun. Acara yang dikoordinator oleh Pemkab Banyumas ini menggugah semangat kebersamaan masyarakat 'panginyongan' dalam menyelami budaya kuliner setempat.

"Penolakan warga ini menunjukan cinta tanah air masyarakat Banyumas kepada tumpah darahnya. Sebagai parameter, tolak ukur betapa masyarakat masih sangat cinta terhadap budayanya," ucap Bupati Banyumas, Achmad Husein.

Fudji Wong sendiri secara lisan telah menyampaikan kepada publik akan mencabut merek tersebut. Bahkan dengan ikhlas akan menghibahkan merek 'mendoan' ke Pemkab Banyumas. (asp/mok)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads