"Ada 48.000 bungkus salep merek 88 palsu, obat dan jamu ilegal yang kami sita," kata Wakil Direktur Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Nugroho Aji Wijayanto di Direktorat Narkoba Bareskrim Polri, Jl MT Haryono, Jakarta Timur, Jumat (6/11/2015).
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentuk salep tersebut sangat mirip dengan aslinya. Namun harganya jauh lebih murah, yakni separuh dari harga asli atau sekitar Rp 3.000.
Nugroho menjelaskan, penggerebekan ini bermula dari informasi warga yang curiga dengan aktifitas di rumah tersebut. Setelah melakukan penyelidikan selama sebulan, akhirnya polisi menggerebek kediaman pada 4 Oktober lalu.
Menurut pengakuan pemilik rumah kepada polisi, dirinya telah memproduksi obat-obatan palsu tersebut selama sekitar 1 tahun. Setiap bulannya, ia mampu menjual sekitar 20 ribu botol salep 88 ke berbagai kota di seluruh Indonesia.
"Produksinya manual saja. Dia (Yang) pemilik modal, yang meracik dan juga mengedarkan," kata Nugroho.
Sasaran Yang adalah masyarakat ekonomi kelas bawah yang berada di kota-kota besar di seluruh Jawa, sebagian Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Ia menjual salep-salepnya ke toko-toko obat tak berizin atau warung-warung di pinggir jalan.
"Obat palsu ini kalau dipakai di kulit, efeknya akan gatal-gatal. Jadi ini obat gatal, kalau dipakai bukannya jadi sembuh malah tambah gatal," kata Nugroho.
Pihaknya kemudian melakukan pengembangan dan didapati produk-produk ilegal serupa di Banyuwangi dan Bandung. (kff/spt)