Usai menerima Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) di Graha Niaga, Yoyok sempat bercerita mengenai tugas terakhirnya sebagai prajurit. Saat itu dia bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN).
"Sekian puluh tahun saya jadi TNI. Saya lulusan Akademi Militer tahun 1994. Tugas terakhir saya di Badan Intelijen Negara, satgas di Papua. Saya mundur waktu itu ada dunia lain di tempat saya (lalu) saya dagang. Kemudian ada beberapa orang bilang kalau kamu mau maju, kakimu jangan di dua tempat, satu tempat pilih yang sama, akhirnya saya milih dagang," kata Yoyok saat ditemui usai acara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jauh di pikiran saya, tiba-tiba tahun 2011 ada orang-orang hiruk pikuk coblos saya, coblos saya, saya ikut gitu, enggak tahunya Alhamdulillah," ucapnya.
Yoyok mengaku setelah terpilih, dia langsung bernazar untuk jalan kaki sejauh 48 kilo sehari semalam untuk sungkem di kaki ibunya. Saat menjabat sebagai bupati, Yoyok menyebut bahwa dirinya tak punya modal ilmu birokrasi.
"Begitu dinyatakan menang, saya nazar dalam hati untuk sungkem di kaki ibu saya, berjalan 48 kilo semalam suntuk. Kemudian tahun pertama, kedua sampai sekarang masih awur-awuran, ya saya enggak ada modal," kata Yoyok.
Modal yang dimaksud Yoyok yaitu modal ilmu untuk membuat Batang maju. Namun hal itu dijalaninya dengan terus belajar hingga akhirnya terpilih sebagai tokoh anti korupsi.
"Untuk memimpin saya harus berusaha semaksimal mungkin. Saya sudah disumpah di bawah Al Quran untuk tuntaskan 5 tahun," pungkas Yoyok. (dha/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini