Β
Malam itu, Rabu, 20 Oktober 2015, situasi genting. Salah satu kader Hanura di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, baru saja tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Β
Dewie ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 17.50 WIB. Ia diduga menerima suap terkait pembahasan proyek pembangkit listrik Kabupaten Deiyai di Komisi VII DPR, tempat Dewie bernaung. Nilai uang panas itu mencapai Rp 1,7 miliar.
Β
Hari berganti, tiba balasan SMS dari Wiranto yang berisi dua arahan. Pertama, menunggu keterangan resmi dari KPK perihal nasib Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hanura itu. Kedua, apabila ditetapkan sebagai tersangka, adik Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo tersebut akan langsung diberi sanksi berat berupa pemecatan.
Β
"Orang yang kena kasus seperti ini tidak ada kompromi," ujar Agus kepada majalah detik di kantor DPP Hanura, Jalan Tanjung Karang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Β
Sekretaris Jenderal Hanura Berliana Kartakusuma menambahkan, Wiranto sangat marah dan kecewa terhadap Dewie. Dalam berbagai kesempatan, baik musyawarah nasional maupun musyawarah daerah, Wiranto selalu mengingatkan para kadernya untuk berhati-hati. Para kader Hanura juga sudah meneken pakta integritas.
Β
Sejak berhasil memperoleh jatah kursi di legislatif, Hanura tercatat sebagai partai bersih berdasarkan survei Indonesia Corruption Watch. Mantan Menteri-Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga pernah menyatakan, dari sembilan parpol tahun 2009-2014, hanya Hanura yang bebas kasus hukum. Wiranto pun berharap Hanura tanpa cacat ketika kini menjadi partai pendukung pemerintah. Namun harapan itu kandas akibat ulah Dewie. Β
Β
"Ini yang pertama di Hanura untuk kasus korupsi," ujar Berliana. "Makanya, tidak ada ampun."
Β
Bukan hanya di Hanura, penahanan Dewie dalam kasus dugaan korupsi juga pertama kalinya terjadi di dinasti politik Limpo. Adik Dewie, Irman Yasin Limpo, mengatakan keluarga besar tetap sayang pada Dewie. Namun Dewie sendiri harus menanggung risiko atas perbuatannya. Β
Β
"Kalau menanam padi, pasti ada rumput yang tumbuh," ujar Pelaksana Tugas Bupati Luwu Timur tersebut kepada majalah detik.
Β
Sebelum kasus suap, Dewie sempat tersandung kasus hukum. Tidak lain adalah skandal surat palsu Mahkamah Konstitusi pada 2009. Surat itu menjawab pertanyaan Komisi Pemilihan Umum tentang siapa calon legislator daerah pemilihan 1 Sulawesi Selatan yang berhak atas kursi DPR dalam pemilu legislatif 2009.
Β
Saat itu Dewie bersengketa terkait hasil penghitungan suara dengan Mestariyani Habie, caleg DPR dari Partai Gerindra. Surat MK bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 menyatakan adanya tambahan suara sehingga Dewie-lah yang berhak menjadi anggota DPR. Belakangan, surat itu terbukti palsu.
Β
Dewie membantah terlibat dalam skandal surat palsu yang menghebohkan pada 2011 itu. Ia juga lolos dari jeratan hukum. Kasus itu akhirnya hanya membuat seorang juru panggil MK, Masyhuri Hasan, divonis 1 tahun penjara.
Β
Sebelum masuk parpol, Dewie dikenal sebagai pengusaha. Ia tercatat sebagai direktur di PT Toga Jaya pada 1981. Tahun-tahun berikutnya, ibu tiga anak itu duduk di posisi puncak berbagai perusahaan.
Β
Dewie juga terlibat dalam bermacam-macam organisasi, mulai organisasi pengusaha hingga kepemudaan. Sampai sekarang, ia aktif di organisasi sayap Partai Golkar, Kosgoro. Dewie pernah berkecimpung di Kamar Dagang dan Industri, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia, dan Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia Sulawesi Selatan. Perempuan kelahiran 11 Agustus 1959 itu juga pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sulawesi Selatan dan Komisi Tinju Indonesia.
Β
Dewie bergabung dengan Hanura pada tahap awal partai tersebut berdiri, yakni pada 2006-2009. Namun, sebelumnya, ia dua kali berpindah parpol. Pada 1999, ia tercatat sebagai anggota Partai Bulan Bintang. Tidak lama kemudian, ia pindah kapal ke Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan.
Β
Irman mengaku tidak tahu mengapa Dewie memilih berlabuh di Hanura. Namun pilihan partai yang berbeda-beda di keluarga besar Limpo merupakan hal yang lazim. Sang suami, Andi Taufan Oddang, saja berbeda partai dengan Dewie. Andi memilih Partai Amanat Nasional untuk merintis karier politik. Lewat partai ini, Andi sempat maju sebagai calon anggota DPRD Kabupaten Barru (2014-2019) dan bakal calon Bupati Barru (2010).
Β
"Saya tidak tahu siapa yang mengajak Dewie ke Hanura. Tapi biasalah itu beda-beda partai di keluarga kami," kata Irman.
Pada 2008, Dewie ditetapkan sebagai Ketua DPD Hanura Sulawesi Selatan. Ia menjadi satu dari tiga perempuan Hanura yang menjadi pemimpin partai tingkat provinsi. Berasal dari keluarga yang punya pengaruh kuat di Sulawesi Selatan, Dewie diandalkan Hanura untuk mendulang suara.
Β
Hasilnya, tiga kursi DPR diraih Hanura pada Pemilu 2009. Mereka adalah Dewie, Akbar Faizal, dan Muchtar Amma. Namun, akibat kasus surat palsu MK itu, kursi Dewie akhirnya hilang.
Β
Pada Pemilu 2014, perolehan Hanura dari Sulawesi Selatan menyusut. Partai itu hanya memperoleh satu kursi, yang ditempati Dewie. Namun kursi itu pun kini terancam hilang setelah Dewie dinyatakan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Halaman 2 dari 1











































