Kematian orang, selain menyisakan duka mendalam bagi keluarga, juga menyisakan permasalahan sosial. Hukum harus merekonstruksikan sedemikian rupa sehingga terungkap tabir kematian orang tersebut.
Dalam catatan detikcom terdapat 4 peristiwa kematian orang yang menarik perhatian publik. Yaitu Sisca Yovie, Ade Sara, Holly Angela dan Nasrudin Zulkarnaen.
Kasus pertama, Sisca meninggal dunia dengan cara yang sangat memilukan. Nyawanya melayang setelah tubuhnya diseret berpuluh-puluh meter dengan sepeda motor yang mengakibatkan mukanya hancur pada Agustus 2013. Tidak hanya itu, dua pelaku yang mengendarai sepeda motor, Wawan dan Ade lalu membacok badan Sisca hingga meninggal dunia.

Kasus ini telah selesai diadili dan berkekuatan hukum tetap yaitu Wawan dihukum mati dan Ade dihukum 20 tahun penjara. Wawan tidak dikenakan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tetapi dikenakan pasal perampokan. Pasal 365 ayat 4 KUHP yang dikenakan kepada Wawan berbunyi:
Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan nomor 3.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kasus kedua, kematian Ade Sara juga menyisakan cerita yang tiada habisnya. Ade Sara meregang nyawa setelah disiksa oleh Assyifa dan Al Hafitd pada 3 Maret 2014. Selain disetrum, tubuh Ade Sara juga dipukuli dan dijambak hingga akhirnya meninggal dunia karena mulutnya disumpal kertas koran dan tisu. Akibat perbuatan ini, Assyifa dan Al Hafitd dihukum penjara seumur hidup. Keduanya dinilai terbukti melakukan perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 430 KUHP.
Lalu mengapa bisa berbeda antara pasal yang dikenakan kepada Wawan dengan Assyifa-Hafitd?
"Ini masalah niat pelaku dan tujuan perbuatannya. Kalau yang pertama, niatnya merampok dengan kekerasan sedang di kasus kedua niatnya memang menghabisi nyawa," kata ahli pidana Dr Mudzakkir saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/10/2015).
Berbeda dengan kasus kematian Sisca Yovie dan Ade Sara, kasus kematian Holly Angela juga membuat konstruksi hukum sendiri. Holly tewas dihabisi oleh 4 orang di apatemen di Kalibata atas suruhan Gatot Supriantono. Nah, dalam vonis yang telah berkekuatan hukum tetap, Gatot dinilai tidak menyuruh membunuh istri sirinya tersebut tetapi hanya melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian.

"Niatnya hanya memukul, menganiaya. Kematian itu tidak dikehendaki," kata pengajar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Gatot yang lolos dari pasal pembunuhan berencana beruntung karena hanya dihukum 9 tahun. Hukuman 9 tahun ini merupakan ancaman terberat dalam delik penganiayaan. Pasal yang dikenakan kepada Gatot yaitu Pasal 353 ayat 2 berbunyi:
Jika perbuatan itu (penganiayaan-red) mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.Β
Bagaimana dengan kematian Nasrudin Zulkarnain? Ia ditembak oleh seseorang usai pulang golf pada 15 Maret 2009. Otoritas negara menyatakan Nasrudin dibunuh oleh Edo dkk atas perintah Antasari Azhar. Mereka dikenakan pasal 340 KUHP. Tapi benarkah Antasari benar-benar meminta bantuan Sigit Haryo untuk menghabisi nyawa Nasrudin?
"Hubungan langsung harus ada, sebelum pembunuhan, saat pembunuhan dan setelah pembunuhan. Harus ada kausalitas yang jelas," ucap Maudzakkir.

Dari 14 hakim/hakim agung, hanya satu yang menyatakan Antasari tidak bersalah yaitu hakim agung Prof Surya Jaya. Menurut Surya, benar Antasari pernah curhat soal teror yang dialaminya kepada Sigit Haryo. Tetapi dalam curhat itu Antasari tidak pernah memerintahkan, menganjurkan atau mengisyaratkan untuk menghabisi nyawa Nasrudin Zulkarnaen sehingga kematian Nasrudin tidak memiliki hubungan kausalitas dengan Antasari.Β
"Kalau ada orang demo meminta presiden turun, dan besoknya presiden itu tewas ditembak, apa yang demo kemarin itu serta merta sebagai pelakunya? Harus ada hubungan kausalitas yang jelas," papar tim perumus RUU KUHP/KUHAP itu.
Berkaca dari kasus Sisca Yovie, Ade Sara, Holly Angela dan Antasari Azhar, pembuktian di persidangan menjadi kunci menentukan pasal mana yang akan dikenakan. Apakah perampokan, penganiayaan atau pembunuhan berencana.Β
"Niat itu bukan hanya pelaku dan Tuhan yang tahu, tapi niat bisa diukur dari perbuatan orang tersebut," pungkas Mudzakkir.
Jadi, tidak salah jika MA menolak alasan Assyifa jika ia tidak berniat dari awal untuk membunuh Ade Sara. Dalam pembelannya, Assyifa mengaku hanya berniat menganiaya Ade Sara dan tidak tahu jika tisu yang disumpalkannya ke mulut Ade Sara membuat Ade Sara meninggal dunia.
"Saya sama sekali tidak pernah mempunyai niat, apalagi untuk merencanakan membunuh korban. Saya sama sekali tidak pernah mempersiapkan alat-alat yang akan dipergunakan untuk membunuh korban," kata Assyifa dalam pembelaanya yang tertuang pada berkas kasasi.
Halaman 2 dari 3