"Terdakwa Budi Rachmat Kurniawan bersama-sama dengan Sugiarto dan Irawan, bersama-sama pula dengan Bobby Reynold Mamahit dan Djoko Pramono melakukan atau turut serta melakukan pengaturan dalam proses lelang pengadaan BP2IP Tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDMIL) Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong," kata Jaksa KPK Dzakiyul Fikri membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Dalam surat dakwaan dibeberkan adanya pertemuan antara Bobby Mamahit yang saat itu menjabat Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) serta Djoko Pramono saat masih menjabat Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut (PPSDML) juga Kuasa Pengguna Anggaran melakukan sejumlah pertemuan dengan Budi Rachmat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdakwa antara lain menyampaikan bahwa PT Hutama Karya nantinya akan mengikuti pelelangan proyek tersebut dan terdakwa melalui Theofilus Waimuri menyampaikan kepada Bobby Reynold Mamahit untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong Tahap III TA 2011," kata Jaksa Fikri.
Permintaan agar PT HK dimenangkan lelangnya juga disampaikan Budi saat menemui Djoko Pramono pada Februari 2011 di kantor Kemenhub setelah mendapat arahan dari Bobby.
"Terdakwa menyampaikan bahwa PT HK akan ikut lelang pengadaan BP2IP Sorong Tahap III dan meminta bantuan Djoko Pramono agar PT HK dapat mengerjakan proyek tersebut, dan disampaikan terdakwa bahwa PT HK sudah mendapatkan restu dari Bobby Reynold Mamahit," sambungnya.
Selanjutnya Djoko Pramono memanggil Ketua Panitia Pengadaan Irawan dan meminta Budi langsung berkoordinasi dengan anak buahnya tersebut.
"Namun Djoko Pramono saat itu antara lain menyampaikan adanya kebutuhan komitmen fee 10 persen dari nilai kontrak untuk diberikan kepada atasan langsung KPA, PPK, panitia pengadaan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengadaan proyek tersebut. Atas permintaan kebutuhan komitmen fee tersebut, terdakwa menyetujuinya," papar Jaksa.
Djoko pada April 2011 sebelum dilakukan pembukaan dokumen lelang memanggil Irawan dan menyampaikan agar PT HK dimenangkan sesuai arahan Kepala Badan PPSDM Bobby Mamahit. "Karena Irawan juga pernah diminta langsung oleh Bobby Reynold Mamahit untuk memenangkan PT HK, sehingga Irawan menyanggupinya," sebut Jaksa Sri Kuncoro Hadi.
Pertemuan kedua, Budi dengan Bobby dan Djoko terjadi setelah PT HK dibatalkan kemenangannya pada lelang. Kalahnya PT HK karena PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan dengan alasan sistem penilaian panitia lelang tidak menggunakan sistem gugur sesuai dokumen RKS yang kemudian diterima Itjen Kemenhub.
Pada pertemuan kedua pada Juli 2011 ini, Budi meminta Bobby dan Djoko Pramono agar PT HK tetap dimenangkan. "Atas permintaan terdakwa tersebut, Djoko Pramono menyampaikan kepada Irawan agar mengatur supaya PT HK tetap dinyatakan sebagai pemenang lelang," katanya.
Setelah akhirnya PT HK ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan kontrak yang ditandatangani pada 19 Agustus 2011, Budi menggelar rapat eksekutif pelaksanaan (REP) dengan pejabat struktural PT JK yang menghasilkan anggaran rencana pelaksanaan (ARP) termasuk biaya untuk imbalan/arranger fee yang sudah dilebur dengan item-item yang dikerjakan sendiri oleh PT HK.
"Dan dibuatkan kontrak subkon fiktif yang akan dipergunakan untuk pemberian arranger fee pihak-pihak terkait pekerjaan BP2IP Sorong Tahap III," imbuh Jaksa.
Menurut Jaksa, penyimpangan pembangunan BP2IP tahap III pada PPSDML Badan Pengembangan SDM Kemenhub TA 2011 telah memperkaya Budi Rp 536.500.000 juga memperkaya orang lain yakni
- Bobby Reynold Mamahit Rp 480 juta
- Djoko Pramono Rp 620 juta
-Sugiarto Rp 350 juta
- Irawan Rp 1.000.400.000
- Muhamad Fauzan Rp 766 juta
- Agus Budi Hartono Rp 500 juta
- Theofilus Waimuri Rp 311.798.000
- Danny Alex Rovandy Agus Rp 561.600.00
- Kus Harnowo Rp 72 juta
-Soetanto Rp 500 juta
- Sutidjan Rp 500 juta
Kerugian keuangan negara dalam proyek ini seluruhnya berjumlah Rp 40.193.589.964 sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK RI atas pembangunan BP2IP Tahap III pada PPSDML Badan Pengembangan SDM Kemenhub Tahun Anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong.
Perbuatan Budi diancam pidana Pasal 2 ayat 1 atau Pasal jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.Bantu Menangkan PT HK di Kemenhub, Bobby Mamahit Disebut Terima Rp 480 Juta
Jaksa Penuntut Umum pada KPK mendakwa mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan melakukan proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III pada Kementerian Perhubungan. Jaksa KPK membeberkan sejumlah nama yang terlibat termasuk Bobby Reynold Mamahit yang kini menjabat Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub.
"Terdakwa Budi Rachmat Kurniawan bersama-sama dengan Sugiarto dan Irawan, bersama-sama pula dengan Bobby Reynold Mamahit dan Djoko Pramono melakukan atau turut serta melakukan pengaturan dalam proses lelang pengadaan BP2IP Tahap III pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut (PPSDMIL) Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong," kata Jaksa KPK Dzakiyul Fikri membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Dalam surat dakwaan dibeberkan adanya pertemuan antara Bobby Mamahit yang saat itu menjabat Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) serta Djoko Pramono saat masih menjabat Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut (PPSDML) juga Kuasa Pengguna Anggaran melakukan sejumlah pertemuan dengan Budi Rachmat.
Jaksa menyebutkan, pertemuan pertama Bobby Mamahit dengan Budi terjadi sekitar bulan Februari 2011 di Gedung Kemenhub Jl Merdeka Timur, Jakpus. Budi meminta bantuan Bobby agar memenangkan perusahaannya dalam pengadaan BP2IP Sorong Tahap III tahun 2011.
"Terdakwa antara lain menyampaikan bahwa PT Hutama Karya nantinya akan mengikuti pelelangan proyek tersebut dan terdakwa melalui Theofilus Waimuri menyampaikan kepada Bobby Reynold Mamahit untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong Tahap III TA 2011," kata Jaksa Fikri.
Permintaan agar PT HK dimenangkan lelangnya juga disampaikan Budi saat menemui Djoko Pramono pada Februari 2011 di kantor Kemenhub setelah mendapat arahan dari Bobby.
"Terdakwa menyampaikan bahwa PT HK akan ikut lelang pengadaan BP2IP Sorong Tahap III dan meminta bantuan Djoko Pramono agar PT HK dapat mengerjakan proyek tersebut, dan disampaikan terdakwa bahwa PT HK sudah mendapatkan restu dari Bobby Reynold Mamahit," sambungnya.
Selanjutnya Djoko Pramono memanggil Ketua Panitia Pengadaan Irawan dan meminta Budi langsung berkoordinasi dengan anak buahnya tersebut.
"Namun Djoko Pramono saat itu antara lain menyampaikan adanya kebutuhan komitmen fee 10 persen dari nilai kontrak untuk diberikan kepada atasan langsung KPA, PPK, panitia pengadaan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengadaan proyek tersebut. Atas permintaan kebutuhan komitmen fee tersebut, terdakwa menyetujuinya," papar Jaksa.
Djoko pada April 2011 sebelum dilakukan pembukaan dokumen lelang memanggil Irawan dan menyampaikan agar PT HK dimenangkan sesuai arahan Kepala Badan PPSDM Bobby Mamahit. "Karena Irawan juga pernah diminta langsung oleh Bobby Reynold Mamahit untuk memenangkan PT HK, sehingga Irawan menyanggupinya," sebut Jaksa Sri Kuncoro Hadi.
Pertemuan kedua, Budi dengan Bobby dan Djoko terjadi setelah PT HK dibatalkan kemenangannya pada lelang. Kalahnya PT HK karena PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan dengan alasan sistem penilaian panitia lelang tidak menggunakan sistem gugur sesuai dokumen RKS yang kemudian diterima Itjen Kemenhub.
Pada pertemuan kedua pada Juli 2011 ini, Budi meminta Bobby dan Djoko Pramono agar PT HK tetap dimenangkan. "Atas permintaan terdakwa tersebut, Djoko Pramono menyampaikan kepada Irawan agar mengatur supaya PT HK tetap dinyatakan sebagai pemenang lelang," katanya.
Setelah akhirnya PT HK ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan kontrak yang ditandatangani pada 19 Agustus 2011, Budi menggelar rapat eksekutif pelaksanaan (REP) dengan pejabat struktural PT JK yang menghasilkan anggaran rencana pelaksanaan (ARP) termasuk biaya untuk imbalan/arranger fee yang sudah dilebur dengan item-item yang dikerjakan sendiri oleh PT HK.
"Dan dibuatkan kontrak subkon fiktif yang akan dipergunakan untuk pemberian arranger fee pihak-pihak terkait pekerjaan BP2IP Sorong Tahap III," imbuh Jaksa.
Menurut Jaksa, penyimpangan pembangunan BP2IP tahap III pada PPSDML Badan Pengembangan SDM Kemenhub TA 2011 telah memperkaya Budi Rp 536.500.000 juga memperkaya orang lain yakni
- Bobby Reynold Mamahit Rp 480 juta
- Djoko Pramono Rp 620 juta
-Sugiarto Rp 350 juta
- Irawan Rp 1.000.400.000
- Muhamad Fauzan Rp 766 juta
- Agus Budi Hartono Rp 500 juta
- Theofilus Waimuri Rp 311.798.000
- Danny Alex Rovandy Agus Rp 561.600.00
- Kus Harnowo Rp 72 juta
-Soetanto Rp 500 juta
- Sutidjan Rp 500 juta
Kerugian keuangan negara dalam proyek ini seluruhnya berjumlah Rp 40.193.589.964 sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK RI atas pembangunan BP2IP Tahap III pada PPSDML Badan Pengembangan SDM Kemenhub Tahun Anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong.
Perbuatan Budi diancam pidana Pasal 2 ayat 1 atau Pasal jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (fdn/hri)