Istri: Salim Kancil Sakit Hati, Mau Berjuang Seperti Bung Karno

Pembunuhan Salim Kancil

Istri: Salim Kancil Sakit Hati, Mau Berjuang Seperti Bung Karno

Bahtiar Rifai - detikNews
Selasa, 06 Okt 2015 16:54 WIB
Foto: Tijah
Jakarta - Letih dan sedih masih tergurat pada wajah Tijah, istri Salim alias Kancil. Tamu terus berdatangan menemui Tijah setelah sang suami tewas dibunuh secara keji akibat berdemo memprotes penambangan pasir liar.

Salim memprotes penambangan pasir karena menjadi korban. Ia tidak bisa lagi bekerja di sawah karena lahannya itu dijadikan tempat parkir penambangan. Ia dijanjikan akan mendapat bagi hasil dari lahan parkir itu. Tapi janji itu tidak ditepati. Salim hanya dipingpong saat minta uang bagi hasil parkir.

"Saya malu, Tik (Tijah), minta-minta begitu. Saya mau berjuang seperti Pak Karno saja," kata Tijah menirukan ucapan Salim saat diwawancarai majalah detik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat majalah detik mendatangi rumah Salim di Dusun Krajan, Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur, rombongan istri Bupati Lumajang sedang bertamu. Rumah aktivis lingkungan ini juga dijaga beberapa polisi dan personel Satuan Polisi Pamong Praja.

Beberapa ucapan belasungkawa, antara lain dari Yayasan Kasih Bangsa Surabaya, Sajogyo Institute, LBH Disabilitas Jatim, Walhi, dan dari perorangan, seperti aktivis Wardah Hafidz, tertata di depan rumah sederhana itu.

Tijah ingat Salim pernah bercerita ia akan dibunuh gara-gara kegiatannya memprotes penambangan pasir ilegal di desanya. Salim juga pernah ditantang berkelahi oleh para preman yang menjadi beking tambang pasir. Tapi Salim menolaknya.

"Sejak ada Backhoe (ekskavator) itu. Kurang-lebih dua tahun. Ini kan sawah Pak Kancil. Nah, Kepala Desa bikin (tempat) parkir motor di situ. Bilangnya begini, "Pak Kancil, sawahmu mau dibikin parkir motor. Nanti bagi hasil. Satu motor dikasih Rp 2.000," cerita Tijah.

"Pernah dulu kami gagal panen, habis biaya lebih dari Rp 2 juta. Tapi tidak ada hasilnya. Terus minta hasil parkiran sama Pak Kades, dikasih Rp 1 juta. Terus gagal lagi panen, minta lagi sama Kepala Desa. Dia suruh minta ke Pak Desir. Terus Pak Salim datang ke Pak Desir, tapi Pak Desir bilang ke Kades saja," sambungnya.

"Aku malu, Tik (panggilan sayang Salim kepada Tijah), minta-minta begitu." Wis (sudahlah) akhirnya tidak pernah minta lagi sampai sekarang. Terus ada musyawarah. Pak Salim bilang, "Harta enggak masalah diambil, tapi hati ini sakit. Saya mau berjuang kayak Bung Karno. (Tapi kemudian bilang) Wong nulis saja enggak bisa, kok mau kayak Bung Karno." Sama saya guyon seperti itu," demikian cerita Tijah lagi.


***

Tulisan selengkapnya bisa dibaca gratis di edisi terbaru Majalah Detik (Edisi 201, 5 Oktober 2015). Edisi ini mengupas tuntas "Pasir Berdarah Lumajang". Juga ikuti artikel lainnya yang tidak kalah menarik, seperti rubrik Nasional "Coblos 'Setuju' atau 'Tidak'", Internasional "Rusia Datang, Assad pun Tenang", Ekonomi "Oleh-oleh Lawatan ke Arab", Gaya Hidup "Kulot, Old Fashion tapi Keren", rubrik Seni Hiburan dan review Film "Magic Mike XXL", serta masih banyak artikel menarik lainnya.

Untuk aplikasinya bisa di-download di apps.detik.com dan versi Pdf bisa di-download di www.majalah.detik.com. Gratis, selamat menikmati!!  (mad/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads