Perjuangan Bangun Pesantren, Peltu Riyono Jual Rumah Hingga Gadaikan SK

HUT ke-70 TNI

Perjuangan Bangun Pesantren, Peltu Riyono Jual Rumah Hingga Gadaikan SK

Salmah Muslimah - detikNews
Senin, 05 Okt 2015 14:17 WIB
Peltu Riyono (Foto: Rachman Haryanto/detikFOTO)
Jakarta - Perjuangan Peltu Riyono Suhadi (45) membangun pesantren di rumahnya di Cilodong, Depok tak semudah membalikan telapak tangan. Mulai dari menjual rumah hingga menggadaikan SK tentaranya.

Lika-liku ini diceritakan Riyono saat detikcom berkunjung ke rumahnya, Rabu (30/9/2015). Dengan didampingi istri, Yuniarsih (43), mereka berbagi kisahnya.

Peltu Riyono (Rachman Haryanto/detikFOTO)


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riyono dan Yuniarsih awalnya tinggal di rumah kontrakan dan berpindah-pindah. Mulai dari Cilandak, Jonggol, Serab hingga Cilodong, Depok.

Hidup berumah tangga dengan dua anak yang masih kecil dan gaji pas-pasan membuat keduanya terpaksa berhemat. Yuniarsih saat itu bekerja sebagai PNS.

Riyono yang memang memiliki latar belakang pendidikan agama Islam karena kuliah jurusan Tarbiyah itu sering diminta untuk berceramah. Dia tak meminta tarif, namun terkadang ada saja yang memberikan amplop. Dia juga bekerja menawarkan jasa jual beli mobil, tanah atau hewan kurban. Semua pekerjaan dilakukan yang penting halal.

"Bapak kerjanya ceramah dan jual beli mobil. Tapi nggak ngawal-ngawal atau backingin orang ya," ucap Yuniarsih.

"Kalau kalkulasi secara logika dan matematika nggak akan masuk akal. Tapi rezeki ada saja, Allah yang ngatur," ucap Yuniarsih sambil tersenyum.

Usaha yang mereka lakukan maju hingga bisa punya rumah sendiri di Serab, Depok. Rumah di Serab itu dijual seharga Rp 300 juta. Dua mobil miliknya juga ikut dijual. Uangnya digunakan untuk membeli rumah seluas 1.500 meter di Jl Haji Kocen, Kampung Kebon Duren, Kalimulya, Cilodong, Depok. Di lahan itu Riyono membangun TK Islam, pesantren dan majelis taklim.

Peltu Riyono (Rachman Haryanto/detikFOTO)



"Masa-masa sulit itu pasti ada. Misalnya kesulitan ekonomi, tapi terlewatkan alhamdulillah ada jalannya. SK tentara kita gadaikan, istilahnya kita sekolahkan di Bank. Awalnya itu habis Rp 300 jutaan, rumah di Serab dan mobil saya jualin, terus saya pindah ke sini," kenang ayah dua anak ini.

Riyono mengaku dalam sebulan dia biasa mengeluarkan uang sebesar Rp 4-5 juta untuk operasional pesantren. Biaya itu untuk menggaji 3 orang guru dan keperluan pesantren. Kalau dihitung-hitung pemasukan Riyono dan biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pesantren, sekolah dua anaknya dan operasional rumah tangga tidak akan cukup. Namun dia merasa rezeki bisa datang dari mana saja dan sudah ada yang mengatur.

"Kalau ekonomi rezeki dari mana saja. Kayak kemarin itu satu hari sebelum Idul Adha saya bengong nggak ada program apa-apa di sini. Tahu-tahu ada yang telp "No ini ada sapi ambil" kemarin saya potong dua sapi, sumbangan orang-orang. Potong sapi buat orang-orang sini, buat santri. Itu contoh kecil yang nggak disangka-sangka," ucapnya.

Soal tantangan dalam membangun pesantren ini, Riyono mengaku tak ada tantangan dari masyarakat sekitar. Justru hal itu datang dari dalam dirinya. Tantangan itu adalah rasa kurang sabar, kurang ikhlas dan riya. Sebagai manusia biasa, Riyono terkadang dihampiri perasaan itu.

"Saya itu termasuk manusia yang kurang sabar. Kita kan ngatur anak orang, banyak lagi dan kelakukan beda-beda. Kemudian kurang ikhlas, grundel dalam hati kok begini yah. Saya grundel sama istri saya kok begini jadi berisik, kotor. Terus istri saya ngomong "Kan Mas yang mulai, masa Mas yang akhiri". Saya sadar sendiri, kadang-kadang rasa iklas itu kan berat banget," papar Riyono yang saat ini berdinas di Korp Marinir, Kwitang, Jakpus ini.

"Yang paling berat itu sabar sama ikhlas. Kan kita korbanin segalanya, harta, waktu, uang, kalau nggak ikhlas gimana, itu tantangannya. Wallahualam saya serahkan kepada Allah SWT," tambahnya.

Peltu Riyono (Rachman Haryanto/detikFOTO)


Riyono berharap pesantren dan majelis taklim ini bisa mencetak generasi yang berakhlak mulia dan cerdas dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan beragama. Bukan hanya cerdas logika tapi juga akhlak dan agamanya baik.

"Paling tidak salat nggak usah disuruh, bisa baca Alquran. Minimal seperti itu, nggak muluk-muluk," tutupnya.

Peltu Riyono


(slh/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads