Dalam keterangannya, Yusuf mengaku kecewa dengan adanya gugatan ini. Yusuf mengatakan, gugatan terhadap UU TPPU justru melemahkan semangat penegak hukum dalam mengejar aset-aset yang dilakukan oleh pelaku money laundry.
"Tentu kami kecewa dengan adanya permohonan ini karena KUHAP sendiri telah membentuk lembaga praperadilan sebagai hak tersangka untuk membantah apa yang dilakukan penyidik," ujar Yusuf dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (5/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Legal standing pemohon tidak jelas, karena pemohon tidak mengalami kerugian, tidak jelas letak kerugiannya. Kami beranggapan ini hanya perbedaan pendapat bukan constitutional complaint," ucap Yusuf.
Yusuf juga menambahkan, bila seorang tersangka tidak menerima sangkaan dari penyidik atau penegak hukum. Maka KUHAP telah menyediakan pasal-pasal yang mengatur hak tersangka untuk menyanggah.
"Dalam KUHAP diatur bahwa pemohon diberikan hak sanggahan," ujarnya.
Sidang yang dipimpin ketua panel hakim konstitusi Anwar Usman masih berlangsung hingga saat ini.
Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RJ Soehandoyo melayangkan gugatan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lewat kuasa hukumnya, Soehandoyo meminta MK membatalkan Pasal 69 UU TPPU.
Gugatan ini berlatarbelakang kasus yang dialami RJ Soehandoyo di Polda Sulteng. Soehandoyo merasa dirugikan atas adanya pasal 69 dalam UU TPPU. Padahal, asal kasus yang menimpa Soehandoyo berlatarbelakang tindak pidana perbankan.
Pasal 69 UU TPPU berbunyi: Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
Karena itu, pemohon minta agar Pasal 69 UU TPPU minta dihapus karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1)Β UUD 1945. (rvk/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini