Pohon Sukarno yang mempunyai ciri berdaun ramping itu menaungi seluruh tenda-tenda para jemaah haji, membuat jemaah sedikit terlindungi dari paparan langsung sinar matahari yang kalau siang bisa bersuhu sampai 50 derajat celcius.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira hamparan begitu saja. Nggak tahunya di sini banyak pohon," tutur seorang jemaah haji Indonesia, Toni.
Toni tengah duduk-duduk di bawah pohon sukarno yang berada di samping tendanya. Dia pun mengaku lebih panas di Makkah daripada di Arafah.
![]() |
"Sejuk sih tidak. Memang cuacanya panas. Tapi lebih panas di Makkah daripada di sini," tuturnya sambil memperhatikan dialog Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dengan jemaah yang dilakukan di bawah rindang pohon.
Ukuran pohon Sukarno bervariasi, ada yang masih setinggi 1,5 meter sampai dengan setinggi bangunan 2 tingkat. Dari kejauhan Arafah sudah bisa dikenali dengan gerumbulan pohon-pohon hijau, berbeda dengan Mina dan Muzdalifah yang masih gersang.
Namun tidak semua orang menyambut penghijauan Arafah ini dengan baik. Jemaah haji seperti Ade khawatir jika terlalu hijau atau nyaman maka suasana ketika Rasulullah wukuf dulu tidak akan bisa terbangun.
"Jangan lebih rimbun lagi nanti suasana kurang terbangun. Sebab puncaknya di sini," tuturnya.
![]() |
Suasana panas serta tidak bersahabat justru melatih mental dan fisik para jemaah haji untuk memperoleh kemabruran. Ade tidak ingin suasana nyaman justru melenakan jemaah.
"Biar dapat rasanya. Melatih kesabaran juga," katanya.
Setelah puncak haji usai, tenda-tenda di Arafah kembali dilipat. Setahun lagi jutaan jemaah haji akan kembali berada di Arafah untuk wukuf, berkontemplasi dengan Allah SWT.
Apakah Arafah akan lebih rimbun? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
![]() |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini