Gabriella Tewas Tenggelam, Orang Tua Tak Terima Anaknya Disebut Epilepsi

Gabriella Tewas Tenggelam, Orang Tua Tak Terima Anaknya Disebut Epilepsi

Dhani Irawan - detikNews
Jumat, 02 Okt 2015 19:34 WIB
Foto: septiana/detikcom
Jakarta - Suara Asip lirih saat menceritakan saat-saat sebelum anak pertamanya, Gabriella Sheryl Howard (8) tewas tenggelam saat tes berenang di sekolahnya di Global Sevilla School. Apalagi ketika cerita-cerita miring yang merebak seputar kematian anaknya.

Gabriella yang karib disapa Gaby itu tewas tenggelam pada Kamis (17/9/2015). Setelah itu, Asip merasa sangat berduka sehingga memindahkan adik Gaby, Chelsea Rafaelli yang juga bersekolah yang sama dengan kakaknya itu untuk pindah.

"Saya sebenarnya setelah kejadian ini ingin membenahi psikologi saya. Tapi ada cerita-cerita kalau Gaby itu epilepsi, saya tidak tahu cerita dari mana. Padahal anak kami sehat bisa dibuktikan ada catatan kesehatannya," kata Asip saat menggelar jumpa pers di kantor Komnas Perlindungan Anak di Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur, Jumat (2/10/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asip mengatakan Gaby bisa berenang namun anaknya itu tenggelam karena menolong kawannya yang hampir tenggelam. Asip pun merasa kepedihannya bertambah ketika mendengar kabar miring tersebut.

"Kenapa disebutkan dia epilepsi? Justru Gabriella itu menolong temannya yang tidak bisa berenang. Itu suatu hal yang pedih bagi kami," kata Asip.

Di tempat yang sama, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyayangkan kejadian tersebut. Dia mendorong agar pihak Polres Jakarta Barat yang menangani kasus tersebut cepat bertindak.

"Kasusnya sampai sekarang belum berjalan, maksudnya pihak terlapor dan pelapor belum diperiksa. Baru memeriksa saksi-saksi. Saya juga mendorong agar Pasal 359 KUHP yaitu kelalaian sampai menyebabkan kematian bisa digunakan," tegas Arist.

Arist mengaku timnya telah melakukan investigasi dan menemukan adanya kelalaian dari pihak sekolah. Dia pun meminta agar polisi lebih cepat tanggap dalam menangani kasus tersebut.

"Saya tanya ternyata ini bukan ekstrakurikuler tapi intrakurikuler. Jadi gurunya dalam konteks itu sudah ada kelalaian. Maka si guru itu hanya melaksanakan kurikulum, maka yang harus bertanggungjawab itu pengelola sekolah itu. Tapi si guru juga lalai," kata Arist.

"Sampai saat ini sekolah belum memberikan kronologi yang jelas. Kronologi hanya dari penjelasan dari teman-temannya korban. Yang jelas belum ada tindakan apa-apa dari kepolisian kepada terlapor dan pelapor," tegas Arist. (dha/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads