Asip dan Verayanti, orang tua Gabriella, buka suara di kantor Komnas Perlindungan Anak, Jalan TB Simatupang, Jakarta Timur, Jumat (2/10/2015). Mereka masih merasa kehilangan. Sang ibunda, Verayanti kemudian mengungkapkan kronologi kejadian berdasarkan cerita dari teman-teman sekolah anaknya. Pada pagi hari di tanggal 17 September 2015, Vera mengantar anaknya yang lebih karib disapa Gaby itu ke kolam renang sekolah.
"Lalu sekitar pukul 09.30 WIB, saya ditelepon sekolah dan dikasih tahu kalau Gaby sakit dan harus segera ke rumah sakit Puri Kembangan. Saya bilang, tadi pagi saat saya antar pagi tadi sehat kok, saya tanya, 'Tenggelam ya?' Dia tidak menjawab dan meminta langsung menuju ke rumah sakit," kata Vera di kantor Komnas PA, Jumat (2/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari keterangan teman-temannya saat itu ada tes ambil nilai, jadi pemanasan di atas kolam renang awalnya. Setelah itu masuk ke kolam renang yang besar, Gaby dan 4 temannya disuruh masuk ke kolam renang. Kemudian salah satu temannya kemudian diajari Gaby menggunakan board. Namun ternyata malah temannya itu tenggelam, Gaby lalu menolong temannya itu tapi malah tenggelam. Temannya itu selamat lalu si Gaby tenggelam," kata Vera.
Vera lalu menyebut bahwa 3 teman Gaby melapor kepada gurunya yaitu Ronaldo. Sang guru lalu menolong Gaby yang tenggelam lalu sempat dibaringkan di sebuah bangku panjang.
"Dadanya ditekan-tekan tapi matanya sudah keluar darah dan keluar busa putih. Saya baca artikel di Internet kalau sudah seperti itu berarti paru-paru sudah penuh dengan air, sudah lama itu kemungkinan terlambat," ujar Vera.
Di tempat yang sama, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyayangkan kejadian tersebut. Dia mendorong agar pihak Polres Jakarta Barat yang menangani kasus tersebut cepat bertindak.
"Kasusnya sampai sekarang belum berjalan, maksudnya pihak terlapor dan pelapor belum diperiksa. Baru memeriksa saksi-saksi. Saya juga mendorong agar Pasal 359 KUHP yaitu kelalaian sampai menyebabkan kematian bisa digunakan," tegas Arist.
Arist mengaku timnya telah melakukan investigasi dan menemukan adanya kelalaian dari pihak sekolah. Dia pun meminta agar polisi lebih cepat tanggap dalam menangani kasus tersebut.
"Saya tanya ternyata ini bukan ekstrakurikuler tapi intrakurikuler. Jadi gurunya dalam konteks itu sudah ada kelalaian. Maka si guru itu hanya melaksanakan kurikulum, maka yang harus bertanggungjawab itu pengelola sekolah itu. Tapi si guru juga lalai," kata Arist.
"Sampai saat ini sekolah belum memberikan kronologi yang jelas. Kronologi hanya dari penjelasan dari teman-temannya korban. Yang jelas belum ada tindakan apa-apa dari kepolisian kepada terlapor dan pelapor," tegas Arist. (dha/rvk)