Sengketa Lahan Taman Sriwedari, Warga Solo Surati Presiden Jokowi

Sengketa Lahan Taman Sriwedari, Warga Solo Surati Presiden Jokowi

Muchus Budi R. - detikNews
Minggu, 27 Sep 2015 19:24 WIB
Solo - Terkait sengketa lahan Taman Sriwedari antara Pemerintah Kota Surakarta dengan ahli waris KRMT Wirjodiningrat, warga Solo akan melakukan langkah yang mereka sebut sebagai 'diplomasi budaya'. Surat desakan agar Pemerintah Pusat turun tangan terkait sengketa tersebut, akan dikirim ke sejumlah pimpinan lembaga termasuk Presiden.

"Kami sudah selesai menyusun isi pernyataan yang akan segera dikirim kepada sejumlah lembaga tinggi negara hingga pihak Muspida di Solo. Intinya kami mendesak agar persoalan sengketa Sriwedari ini segera diambil alih Pemerintah Pusat agar tidak semakin berlarut-larut sehingga kita berpotensi kehilangan cagar budaya yang merupakan salah satu identitas dan wajah kota" ujar Ketua Mitra Museum Surakarta, Teguh Prihadi, Minggu (27/9/2015) petang.

Terdapat lima poin dalam pernyataan tersebut. Adapun isi pernyataan itu adalah; mendukung upaya-upaya hukum yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka mengembalikan Kawasan Cagar Budaya Sriwedari kepada negara. Warga juga mendesak Presiden RI sesegera mungkin mengambil langkah-langkah nyata demi menyelamatkan dan mengembalikan Kawasan Cagar Budaya Sriwedari ke pangkuan negara.
Β 
Warga juga memohon Pengadilan Negeri Surakarta mempertimbangkan aspek sosiologis, psikologis, serta nilai-nilai budaya dan kesejarahan dalam mengambil keputusan terkait sengketa lahan Kawasan Cagar Budaya Sriwedari. Semua pihak juga diingatkan tentang arti penting Museum Radyapustaka, yang berada dalam lahan sengketa, sebagai sumber pengetahuan dan peradaban bangsa yang tercatat sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan museum tertua di Indonesia.
Β 
"Menggugah kesadaran seluruh anak bangsa untuk turut serta menyelamatkan, menjaga, dan melestarikan aset-aset khasanah budaya bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke sebagai pilar pembangun karakter dan identitas bangsa," demikian bunyi poin kelima dari pernyataan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teguh mengatakan pernyataan itu akan dikirim dengan disertai surat pengantar kepada Presiden RI, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kapolri, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Mendikbud, Pemkot Surakarta, Polresta Surakarta, Kejari Surakarta, dan Pengadilan Negeri Surakarta. Pernyataan sikap itu ditandatangani puluhan tokoh Solo, perwakilan komunitas, kelompok, ormas, hingga sanggar-sanggar seni di Solo.

"Kami tidak akan masuk ke ranah hukum atau mempengaruhi putusan hukum. Kami hanya ingin mengetuk kesadaran bersama tentang pentingnya mempertahankan warisan budaya. Yang kami lakukan adalah semacam diplomasi budaya. Kami yakin Presiden akan punya kepedulian karena beliau sangat memahami sengketa berkepanjangan ini sejak menjabat Wali Kota di Solo," lanjut Teguh.

Kasus sengketa lahan Sriwedari merupakan kasus yang telah berlarut-larut selama puluhan tahun. Dalam putusan Kasasi, MA memenangkan pihak ahli waris Wirjodiningrat dan mengalahkan Pemkot Surakarta yang sejak kemerdekaan RI menguasai lahan tersebut. PN Surakarta telah mengeluarkan surat panggilan kepada Pemkot dan pengelola Museum Radyapustaka untuk hadir pada 29 September mendatang di PN Surakarta.

Dalam Relas Aanmaning yang dikeluarkan PN Surakarta, pihak-pihak yang diminta menghadap itu diharuskan mengosongkan lahan sengketa tersebut paling lambat delapan hari setelah pemanggilan. Perintah pengosongan itu dilakukan karena lahan Sriwedari akan segera dieksekusi sesuai keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak ahli waris.

(mbr/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads