"Setuju. Kretek adalah 'heritage (warisan)'," kata anggota Badan Legislasi DPR dari PDIP Arif Wibowo kepada detikcom, Sabtu (26/9/2015).
Arif Wibowo sadar pendapat dukungan terhadap pasal kretek dalam RUU Kebudayaan akan mendapat tentangan dari pihak antitembakau. Namun dirinya menepis anggapan, masuknya kretek ini didorong oleh pengusaha tembakau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Problem mengganggu kesehatan soal kretek dan tembakau pada umumnya masih bisa diperdebatkan. Lagipula pasal kretek ini masuk dalam konteks RUU Kebudayaan, bukan dalam RUU tentang kesehatan.
"Ini bukan RUU tentang kesehatan, ini soal kebudayaan. Maka semuanya juga bisa terakomodir, disebut saja semua. (Soal kesehatan) Jangankan ciu (sejenis minuman beralkohol yang khas dari daerah tertentu), tape ketan saja kalau terlalu banyak bisa mabuk," kata dia.
Terlebih lagi, kembali ke soal kretek, industri tembakau sudah menyerap tenaga kerja yang banyak. Kretek merupakan olahan tembakau asli Indonesia. Jika bukan, maka tidak bisa disebut kretek.
"Ini terkait hajat hidup orang banyak. Cukai tembakau itu Rp 73 triliun setahun," kata Arif.
Saat ini, RUU Kebudayaan sedang masuk tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR. Selanjutnya, RUU akan dikembalikan lagi ke Komisi X DPR untuk dilanjutkan pembahasannya. (dnu/mok)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini