"Kita tenggelamkan, perintah Pak Presiden. Kita nanti proses hukum nanti pengadilan menyita (kapal), ya kita tenggelemin, kalau berhasil memidanakan mereka dan menyitanya," kata Susi saat melihat langsung kapal SS 2 di Pangkalan TNI AL (Lanal) Sabang, Aceh, Jumat (25/9/2015).
Kapal SS 2 yang berbobot 2.285 ton ini ditangkap dengan barang bukti ikan sebanyak 1.930 ton. Ikan-ikan ini dicuri oleh sejumlah kapal yang kemudian muatannya dialihkan (transhipment) ke kapal SS 2 di wilayah Pulau Daru, Papua Nugini. Kapal SS 2 ditangkap KRI Teuku Umar saat dalam perjalanan kembali ke Thailand melewati perairan dekat Sabang pada 13 Agustus 2015.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Laut Arafura kita pantau bukan dengan satelit sendiri tapi dibantu satelit Australia," sebut Susi.
Pencurian ikan tentu merugikan Indonesia. Susi mencontohkan kapal setipe dengan SS 2 bisa bolak-balik mengambil ikan sebanyak 8 kali dalam satu tahun.
"Setiap kapal begini paling sedikit 8 kali bolak balik angkut. Kalau kali 2 ribu (ton ikan), 8 kali berapa? 16 ribu ton. Kali 10 kapal saja sudah berapa?" tutur Susi lantas menaksir Indonesia mengalami kerugian mencapai 20 milliar dolar per tahunnya akibat pencurian ikan.
Saat ini penyidik PNS Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) masih melakukan penyidikan terkait SS 2 dan sudah menetapkan nahkoda kapal, Yotin Kuarabiab sebagai tersangka. Namun proses hukum ini dilawan pemilik SS 2 yakni Silver Sea Reefer, Co. Ltd. yang berpusat di Thailand.
Kapal SS 2 diduga melakukan tindak pidana perikanan yakni mengangkut ikan ke luar wilayah Indonesia tanpa dilengkapi sertifikat kesehatan ikan, melakukan alih muatan tidak sah di tengah laut dan mematikan vessel monitoring system (VMS) selama berlayar di Indonesia.
![]() |
"Seluruh dunia sekarang memantau karena semua tidak mau terulang (seperti) dengan Hai Fa. Karena kalau ini terulang, kita sebagai negara kedaulatannya sudah dilecehkan," tegas Susi.
Saat ini Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ( PSDKP) telah menangani 94 kasus tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan yang terdiri dari: (1) 52 kasus Kapal Perikanan Asing (Vietnam 33 kasus, Filipina 8 kasus, Malaysia 6 kasus, dan Thailand 5 kasus) dan 42 kasus kapal perikanan Indonesia ilegal. (fdn/aan)