Kolom
Kabinet Burung Nazar
Senin, 28 Feb 2005 19:16 WIB
Den Haag - Jangan pernah piara burung nazar, sebab dia tidak akan bisa tahu siapa yang membesarkan dan bangkaimu pun kelak akan dimakan pula.Kekeliruan terbesar rakyat republik ini adalah gampang dimanipulasi dengan tahayul. Mereka percaya saja ketika dikatakan, "Ambillah piyek (bayi burung) ini, karena ia adalah pilihan Tuhan. Ia suci bersih dan akan membawa keberuntungan bagimu," Pilihan Tuhan. Mendengar itu orang-orang langsung saja sujud, karena tidak ingin masuk kepada kelompok kaum pembangkang pada Tuhannya, karena percaya bahwa pilihan Tuhan selalu membawa keberkahan. Apalagi seorang kiai di Jawa Timur terang-terangan mengatakan di media, bahwa ada cahaya langit hinggap di kepala piyek itu. Orang jadi tak sadar, bahwa piyek itu adalah piyek burung nazar, yang hakikatnya liar, pemakan bangkai, tak tahu balas budi dan pada pengasuhnya ia tak mengenali.Lihatlah kini dan buktikan. Piyek itu setelah besar ternyata adalah benar-benar burung nazar. Bahkan berkembang biak dengan cepatnya. Mata nazar-nazar itu nyalang. Kepak sayapnya merentang kuat, kuku dan paruhnya tajam mengkilat. Namun semua itu bukan untuk memburu kelinci santapan bagi inang pengasuh yang telah berbaik hati, lalu dinikmati untuk kesejahteraan bersama, melainkan untuk diri mereka sendiri, sesama burung nazar. Seperti burung nazar, akan seperti itukah perkembangan Susilo Bambang Yudhoyono dan kabinetnya? Akankah ia abai pada rakyat sebagai inang pengasuh yang telah membesarkannya dan menaruh harapan padanya? Bila memperhatikan sepak terjangnya, jawabnya mungkin iya. Yudhoyono dan kabinetnya tumbuh berkembang tidak seperti harapan orang, ketika dia masih piyek, yang konon menerima cahaya Tuhan dan membawa keberkahan. Kebijakannya adalah kebijakan 'nazarisme', menguntungkan nazar-nazar.Dalam soal defisit anggaran misalnya. Mengapa harus menerkam kompensasi BBM, yang akan menghalau biaya produksi dan distribusi, yang muaranya akan men-tsunami-kan harga barang dan jasa? Mengapa tidak mengambil langkah 'pundak terkuat memikul beban lebih berat' untuk menutup defisit? Artinya, orang-orang kaya di negeri ini harus memikul porsi beban lebih besar dibandingkan rakyat kebanyakan. Misalnya dalam bentuk pajak progresif. Sistem pajak dibuat berdasarkan klasifikasi penghasilan. Semakin besar penghasilan seseorang, semakin besar pula kontribusinya kepada kas negara, seperti di Belanda ini. Bukankah kelompok ini pula yang paling banyak menikmati akses ekonomi dan diuntungkan oleh berbagai kebijakan? Jika beban dipukul rata seperti sekarang, ya sungguh tidak adil. Si miskin akan semakin bertambah miskin, sementara si kaya semakin kaya. Pertanyaan yang paling mendasar adalah mungkinkah burung-burung nazar itu bersedia menyumbangkan setetes saja darah atau mengorbankan sedikit daging mereka untuk orang lain, padahal bangkai pun mereka lahap memakannya? Inilah persoalannya. Faktanya memang mustahil. Boro-boro berkorban atau bersedia memikul beban lebih besar, bila perlu mereka ingin semua rakyat negeri ini jadi bangkai, supaya tersedia santapan berlimpah untuk mereka.Kebijakan menaikkan harga BBM adalah kebijakan Malin Kundang terhadap rakyat kebanyakan dan jalan pintas paling mudah. Tak ada jalan paling mudah, murah dan kecil risikonya selain mengorbankan rakyat kebanyakan, karena mereka memang sudah lemah dan tidak akan sanggup melawan. Agar rasa sakit pada rakyat tidak meledak menjadi kemurkaan dan terkesan peduli mereka, dibuatlah dalih bahwa kompensasi BBM selama ini dinikmati orang-orang kaya dan industri. Lho, bukankah itu masuk komponen produksi dan dirasakan lagi oleh rakyat banyak dalam bentuk harga barang dan jasa yang tidak terlalu menjulang? Berapa sih BBM yang betul-betul dipakai untuk keperluan konsumtif (mobil) orang-orang kaya?Omong kosong di balik simsalabim dalih itu, mulai detik ini akan langsung dibuktikan oleh kelompok berpenghasilan di bawah Rp 1 juta, hingga orang-orang miskin dan para pengangguran. Hidup mereka akan bertambah susah, tanpa ada iringan kenaikan penghasilan. Katakan saja, kelompok ini betul-betul menerima subsidi pendidikan untuk anak mereka, tidak dikorup, namun jumlah penghasilan mereka yang menguap untuk mengkompensasi kenaikan harga kebutuhan barang dan jasa, tetap akan lebih besar dari nominal subsidi yang kasat mata itu. Bagaimana dengan mereka yang menganggur? Maaf, siap-siap saja menjadi bangkai untuk dilahap sistem para burung nazar ini.Presiden Yudhoyono dan kabinetnya akan nyata-nyata peduli rakyat, jika dia mampu menyusun rancangan untuk menggerakkan 'pundak-pundak kuat' di negeri ini, demi memikul porsi beban lebih banyak. Rambate rata hayo. Ayo beban ini kita pikul bersama-sama, tapi yang kuat memikul lebih berat, yang ringkih disesuaikan. Begitulah pesan luhur nenek moyang. Jika kebijakan ini diterapkan, mungkin akan terkumpul dana lebih besar dari pemangkasan nilai kompensasi BBM yang meresahkan rakyat itu. Namun nyatanya hal itu tidak terjadi. Ini menjelaskan kepada siapa kepedulian dan pemihakan Yudhoyono dan kabinetnya diberikan. Seorang teman mengaku beristighfar berkali-kali, karena merasa telah ikut andil mewujudkan Kabinet Burung Nazar ini. "Kwak! (Nah!)"
(es/)