"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan di saat negara sedang giat-giatnya memberantas korupsi, terdakwa telah melakukan negosiasi kesepakatan dengan Syahrul Raja Sempurnajaya untuk memberikan uang berjumlah Rp 7 miliar, terdakwa yang memerintahkan Bihar Sakti Wibowo menyiapkan uang sebesar Rp 7 miliar untuk diberikan kepada Syahrul Raja Sempurnajaya," ujar Jaksa pada KPK Haerudin membacakan pertimbangan memberatkan dalam tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/9/2015).
Hal memberatkan lainnya, Hassan bersama-sama Sherman Rana Krishna menurut jaksa, merupakan inisiator untuk mengembalikan uang sejumlah 7 miliar ke rekening Indokliring Internasional guna menutupi seolah-olah uang tersebut tidak keluar dari PT Indokliring sehingga tidak ada pemberian terhadap Syahrul Raja Sempurnajaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan hal yang meringankan, Hassan dianggap bersikap sopan selama di persidangan, belum pernah dihukum dan mengaku khilaf serta mengakui perbuatannya.
Usai sidang, Hassan menolak berkomentar soal tuntutan pidana termasuk disinggungnya penggunaan kursi roda selama persidangan di Pengadilan Tipikor.
Sedangkan pengacara Hassan, Tito Hananta Kusuma menegaskan kliennya memang sakit gagal ginjal sebagaimana surat keterangan dari dokter IDI dan dokter RSCM.
"Pada saat di awal-awal, beliau bisa berdiri, tapi saksi di dalam Gery melihat sendiri Pak Hassan jatuh. (Aktivitas di Rutan, red) lebih banyak tidur dan pernah jatuh dan dibantu Sutan Bhatoegana," tutur Tito memberi penjelasan atas hal memberatkan mengenai penggunaan kursi roda.
Namun Tito mengaku bersyukur, Jaksa KPK menuntut hukuman lebih rendah dibanding terdakwa lain dalam perkara yang sama. Dalam pembelaannya, Tito menegaskan kliennya tidak pernah bersepakat dengan Syahrul Raja Sempurnajaya soal duit yang akan diberikan.
"Saya sangat apresiasi jaksa mengajukan tuntutan. Kami sangat apresiasi kebijaksanaan Pak Haerudin dkk mengajukan tuntutan 3 tahun. Meski kami ajukan pledoi bahwa unsur dakwaan tidak terbukti karena faktanya, sama sekali tidak ada kesepakatan, Pak Syahrul bilang tidak ada kesepakatan, Pak Hassan bilang tidak ada kesepakatan. Ini miss management pada waktu itu," ujar Tito.
Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meyakini duit Rp 7 miliar dari PT BBJ ke Syahrul Raja Sempurnajaya dimaksudkan untuk mempermulus proses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.
"Maksud atau tujuan terdakwa Hassan Widjaja bersama-sama Bihar Sakti Wibowo dan Sherman Rana Krishna memberi uang tunai Rp 7 miliar kepada Syahrul Raja Sempurnajaya adalah agar Syahrul Raja Sempurnajaya selaku Kepala Bappebti yang memiliki otoritas mengeluarkan izin perusahaan berjangka PT Indokliring Internasional dapat mempercepat atau memperlancar proses pemberian izin PT Indokliring Internasionalsesuai keinginan PT BBJ," ujar Jaksa Ni Nengah Gina Saraswati.
Hassan Widjaja diyakini melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pada Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (fdn/dhn)