"Kita akan undang LSM yang kritis untuk lihat langsung. Apa layak atau tidak layak," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/8/2015).
Fadli menegaskan bahwa 7 proyek DPR itu bukan berarti akan ada 7 gedung baru di kompleks parlemen. Dia mengungkapkan bahwa sudah waktunya anggota DPR mendapatkan tempat yang lebih luas untuk ruang kerja dan ruang staf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli membantah bila 7 proyek ini besar-besaran. Dia pun mempersilakan proyek ini dikaji kembali sesuai permintaan pemerintah.
"Ini proyek kecil, bukan mega proyek. Ini kebutuhan internal, kalau mau dikaji lagi silakan, tidak masalah," ucapnya.
Salah satu lembaga yang mengkritik rencana 7 proyek DPR ini adalah Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). DPR dianggap masih belum menunjukkan kinerjanya sehingga belum layak mendapatkan gedung baru.
"Masih nol pencapaian prolegnas yang disepakati sampai empat masa sidang. Konyol rasanya kita mendukung pembangunan fasilitas sarana prasarana yang memanjakan mereka," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, di kantor Seknas FITRA, di Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).
Hal senada dikatakan Direktur Indonesia Budget Center, Roy Salam. Menurut dia, perubahan DPR bukan dilakukan lewat fisik gedung namun dengan peningkatan kinerja.
"Kalau cara berpikirnya sesat, ya sebaiknya dibatalkan, harus ditolak," tutur Roy.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) juga menyoroti sayembara 7 proyek DPR yang sudah dilaksanakan. LSM yang khusus menyoroti soal anggaran lembaga-lembaga Negara ini menuntut sayembara desain kompleks parlemen yang menjadi bagian proyek tersebut dibubarkan.
"Sayembara ini bekerja sama dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Padahal, pembahasan kegiatan dan anggaran sama sekali belum dibahas di DPR," kata Koordinator Advokasi FITRA Apung Widadi kepada wartawan, Selasa (18/8/2015).
(imk/tor)











































