Tolchah Mansoer dalam disertasinya untuk meraih gelar doktor dari UGM pada 1969, ia mengusulkan amandemen UUD 1945, salah satunya tentang peran dan tugas Wapres dalam UUD 1945. Usulan itu mengusik pemerintah kala itu, termasuk usulan pemakzulan dan pembatasan masa jabatan Presiden.
Pascareformasi, Indonesia telah mengamandemen UUD 1945 selama 4 kali. Sayang, dari empat kali perubahan, tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan secara tegas fungsi dan peran Wapres dalam roda pemerintahan. Peran Wapres hanya disebutkan dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara Pasal 4 ayat 2:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebutan 'Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden' seakan-akan setara dengan tugas menteri yang juga disebutkan sebagai 'pembantu presiden' dalam Pasal 17 ayat 1 UUD 1945:
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Meski sama-sama sebagai pembantu presiden, tetapi Wapres sederajat lebih tinggi dibandingkan dengan menteri karena Wapres dipilih langsung oleh rakyat lewat Pemilu. Namun sayang, tugas Wapres tidak disebutkan dengan tegas dalam UUD 1945. Adapun tugas menteri diamanatkan oleh UUD 1945 untuk diatur lebih lanjut dengan UU.
Pertanyaan kedua, apakah menteri selain sebagai pembantu presiden, juga sebagai pembantu Wakil Presiden? Tidak disebutkan dengan tegas dalam UUD 1945.
Dalam konstitusi, fungsi Wapres baru dihidupkan jika Presiden meninggal dunia dan sebagainya. Hal ini seperti tertuang dalam Pasal 8 ayat 1 UUD 1945:
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampaihabis masa jabatannya.
Lalu bagaimana jika Presiden masih bisa melaksanakan tugasnya? Apakah peran Wapres 'mati suri'? UUD 1945 masih menutup rapat jawaban tersebut.
Peran Wapres hanya berdasarkan konvensi. Dalam praktiknya pembagian tugas di antara mereka diserahkan kepada kebijakan politik Presiden. Di era Orde Baru, Soeharto memegang perang sentral dan posisi Wapres sebagai 'pemotong pita'. Fragmen sejarahlah yang akhirnya mengantarkan BJ Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.
Di era SBY, ada kesepakatan tidak tertulis yaitu SBY memegang bidang politik, hukum dan hankam, sedangkan wakilnya (Jusuf Kalla dan Boediono), diserahi tugas urusan moneter. Di era Jokowi, posisi Wapres menjadi polemik karena tiba-tiba Menko Maritim Rizal Ramli berani 'melawan' Wapres Jusuf Kalla dengan menantang debat terbuka.
Lalu bagaimana jika di luar negeri? Dalam konstitusi Amerika Serikat amandemen ke-20 diberikan pembagian yang tegas antara tugas Presiden dan Wapres. Presiden mengurusi kepentingan nasional terhadap luar negeri sedangkan Wapres sebagai Kepala Senat dan menjadi penghubung kebijakan negara federal dengan negara bagian.
Bagaimana di Indonesia? Disertasi Tolchah 49 tahun lalu masih relevan dan kini menjadi tugas besar MPR untuk merumuskannya. (asp/try)











































