Isu kerjasama dengan CIA itu menyebutkan Badan Cyber akan mengawasi arus komunikasi warga lewat sistem Big Data. Sistem itu dirumorkan bakal mampu menyedot pembicaraan pribadi di aplikasi WhatsApp, Blackberrry Messenger (BBM), dan program pengiriman pesan instan serta jejaring sosial lain.
Padahal, Big Data sendiri adalah istilah umum untuk himpunan data dalam jumlah besar, rumit, dan tak terstruktur. Sehingga, sulit ditangani kalau hanya menggunakan manajemen basis data.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Justru, pembangunan cyber sekuriti nasional ini dimaksudkan untuk menangkis serangan, khususnya dari luar yang bisa memperlemah bangsa," imbuhnya.
Luhut yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, mengatakan penguatan teknologi cyber ini dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan bangsa.
"Sistem cyber yang akan dibentuk bukan malah untuk memata-matai warga negara sendiri," kata Luhut.
Luhut pun bakal menggandeng berbagai lembaga informasi pemerintah, semisal, Lembaga Sandi Negara, deputi bidang cyber di berbagai kementerian lembaga, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sehingga, gerak pemerintah di bidang teknologi informasi akan lebih padu dan seirama.
"Juga pakar IT Indonesia untuk turut mengabdi," ujar Luhut.
Luhut juga sadar bahwa masing-masing lembaga dan perusahaan pemerintah telah memiliki sistem pengamanan cyber. Sistem itu bakal tetap berjalan di tiap lembaga, namun badan cyber yang terintegrasi ini tetap dibutuhkan untuk kepentingan yang lebih luas.
Luhut juga menyatakan bahwa tugas dan fungsi KSP adalah memantau kinerja pemerintah dan memastikan program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi misi Presiden Joko Widodo.
"Bukan memantau rakyat terkait keamanan nasional. Isu kerja sama KSP-CIA menyedot data percakapan masyarakat melalui jejaring sosial tak cerdas, dan kontraproduktif," kata Luhut.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengatakan pembuatan sistem pertahanan dan keamanan cyber sudah mendesak. Setiap hari, dari pengamatan Kementerian Pertahanan secara aktual, pertahanan cyber Indonesia kerap diserang. Indonesia, kata dia, juga menjadi tempat transit masyarakat luar negeri yang melakukan transaksi ilegal.
"Kita harus segera meresponnya dengan mengembangkan pertahanan cyber dalam negeri," tutur Rudi. (ega/nwk)