Direktur Eksekutif MAARIF Institute Fajar Riza Ul Haq menyatakan pendapat yang mendahulukan agama sebagai hal prinsip dalam memilih pemimpin publik hanya salah satu pendapat yang berkembang di kalangan ulama klasik. Ada pandangan lain yang justru lebih relevan dengan semangat kemaslahatan publik dan konteks negara Pancasila yang majemuk.
"Apakah agama merupakan hal prinsip yang tidak bisa dikompromikan atau sebatas kriteria ideal ketika menentukan pilihan? Berdasarkan kajian para ulama dan intelektual Muslim yang difasilitasi MAARIF Institute, ternyata yang lebih prinsip itu adalah keadilan, bukan karena memeluk agama yang sama," kata Fajar dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (20/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebab korupsi jelas perbuatan zalim, melanggar hukum. Sulit dipahami jika perbuatan korupsi semata urusan akhlak karena menyangkut kepentingan publik," ungkap Fajar yang merujuk pada rekomendasi kajian tersebut.
Guna membahas lebih jauh persoalan tersebut, MAARIF Institute bersama dengan PP Muhammadiyah dan Penerbit Mizan akan menggelar peluncuran dan diskusi buku "Fikih Kebinekaan", yang secara khusus mengupas soal kepemimpinan non Muslim. Buku ini sendiri merupakan kumpulan pemikiran yang berkembang dalam Halaqah Fikih Kebinekaan yang diadakan MAARIF Institute pada pertengahan Februari. Peluncuran buku ini akan dilakukan pada Kamis 19 Agustus 2015 Pukul 18.30 WIB di Aula PP Muhammadiyah Jl Menteng Raya No 62 Menteng Jakarta Pusat.
Dijadwalkan akan hadir sebagai pembahas yakni Dr Abdul Mu'ti, M. Ed. (Sektretaris Umum PP Muhammadiyah), Ustad Wawan Gunawan Abdul Wahid, Lc., MA. (Editor dan Penulis Buku Fikih Kebinekaan) dan Ustad Bukhori (Sekretaris Dewan Syariah DPP Partai Keadilan Sejahtera) dengan moderator Muhammad Abdullah Darraz, MA. Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, M. Si akan memberikan pengantar dalam diskusi tersebut. (tor/faj)











































