Pembelaan ini muncul di laman setkab.go.id yang diunggah pada Kamis (19/8/2015) dengan judul 'Catatan Mengenai Penghadangan Konvoi Motor Gede Oleh Pesepeda di Yogyakarta', tertanda Asdep 2 Kedeputian Setkab.
Tulisan diawali dengan aksi Erlanto yang menghadang rombongan motor gede yang dikawal voorijder dari kepolisian, Jumat (14/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, Setkab mengurai masing-masing pasal yang mengatur dua hal yang dipermasalahkan tersebut dengan merujuk UU 20/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yaitu pasal 134 (g) dan 135.
Sementara terkait lampu sirene dan rotator, Setkab menggunakan landasan hukum dalam UU 2/2009 pasal 59. Uraian selanjutnya adalah mengenai pengaturan lalu lintas dalam 'keadaan tertentu' dengan berdasarkan pasal 287 ayat 4 yang juga terdapat dalam perundangan yang sama.
Istana mengeluarkan lima pendapat terkait persoalan tersebut. Salah satunya adalah menyatakan bahwa tindakan kepolisian yang mengawal rombongan moge di Sleman melanggar ketentuan. Karena rombongan moge tidak termasuk pada pengguna jalan yang diprioritaskan; kendaraan penjinak bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan bencana alam.
"Tindakan pengawalan oleh voorijder petugas Kepolisian dalam peristiwa yang terjadi di Sleman merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 134 huruf g UU Nomor 22 Tahun 2009 sebab konvoi motor Harley Davidson tidak termasuk sebagai Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan," tulis Setkab dalam pendapat poin pertama.
Berikut pendapat Setkab selengkapnya:
a. Tindakan pengawalan oleh voorijder petugas Kepolisian dalam peristiwa yang terjadi di Sleman merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan Pasal 134 huruf g UU Nomor 22 Tahun 2009 sebab konvoi motor Harley Davidson tidak termasuk sebagai Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan.
b. Demikian juga apabila peserta konvoi tersebut menggunakan lampu isyarat dan sirene, hal tersebut juga melanggar ketentuan Pasal 59 UU Nomor 22 Tahun 2009 sebab lampu isyarat dan sirene, baik warna merah, biru, maupun warna kuning, sudah diatur peruntukkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5) UU tersebut.
c. Meskipun lemah, Kepolisian dapat saja menggunakan argumentasi penafsiran frasa "antara lain" dalam Penjelasan Pasal 134 huruf g tersebut. Makna "kepentingan tertentu" yang diikuti dengan frasa "antara lain" dapat memberi kebebasan bagi Kepolisian untuk memaknai frasa kepentingan tertentu.
d. Sebaiknya petugas Kepolisian tidak melakukan pengawalan terhadap konvoi atau iring-iringan motor Harley Davidson tersebut. Namun apabila pengawalan tersebut harus dilakukan, maka sebaiknya pengawalan tersebut dilakukan tidak dengan menggunakan lampu isyarat atau sirene dan mematuhi peraturan atau rambu-rambu lalu lintas yang berlaku, serta bersikap sama seperti Pengguna Jalan lainnya.
d. Meskipun demikian, dari aspek peraturan perundang-undangan perlu juga dipertimbangkan untuk mempertegas arti "kepentingan tertentu", misalnya bagaimana pengawalan untuk kegiatan olahraga tertentu, seperti balap sepeda jalan raya. (ahy/mad)