detikcom berkesempatan bersilaturahmi ke kediaman Gus Dur di Warung Sila, Ciganjur, Jakarta Selatan. Saat itu, Sinta Nuriyah sedang menerima tamu dari protokoler Istana yang hendak menyampaikan undangan HUT ke-70 RI.
Usai menerima tamu, Sinta menyapa kami dengan ramah. Dengan berkursi roda, Sinta mempersilakan kami masuk dan berbincang santai.
![]() |
Sinta bercerita mengenai aktifitasnya setelah tidak menjabat lagi sebagai Ibu Negara. Menurutnya, selepas purna tugas, aktifitasnya tetap padat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sinta mendirikan Yayasan Pesantren Pemberdayaan Perempuan Amal Hayati (PUAN Amal Hayati). Sinta menyebut arti amal itu adalah harapan sementara arti hayati itu adalah hidup.
"Jadi kita memberikan harapan kepada perempuan," kata wanita kelahiran Jombang 8 Maret 1948 itu.
PUAN Amal Hayati ditujukan untuk membantu para perempuan yang tidak dapat keadilan, yang jadi korban kekerasan, yang mengalami kekerasan seperti KDRT dan pelecehan. Di tempat kerja, perempuan yang tidak mendapat upah yang sama seperti laki laki, tidak mendapat libur sesuai kebutuhannya dan perempuan yang tidak dapat perlakukan baik akibat pemahaman agama yang tidak benar.
"Saya juga sedang me-reinterpretasi kitab kuning," imbuhnya.
![]() |
Kegiatan lain yang sering dilakukan Sinta adalah yaitu sahur keliling bersama kaum dhuafa. Sinta mengaku terbiasa makan sahur di bawah jembatan layang, di terminal dan stasiun kereta.
"Kita ingin berhadapan langsung dengan mereka, saya dan mereka bisa berdialog langsung apa sih masalah mereka, dengan tukang becak di dekat terminal dan stasiun. Saya menjadikan sahur keliling itu juga bersilaturahmi, memberi senyum kehangatan, menyapa mereka supaya mereka merasa manusia yang diperhatikan, kalau kita datangi mereka senang, sekalipun hanya bawa sekotak nasi, harapannya supaya mereka biasa puasa sebaiknya," tutur Sinta.
Sinta mengatakan sahur keliling itu juga dijadikan wahana persatuan umat beragama khususnya, dan umumnya semua anak bangsa. Sinta mengajak semua komponen mulai dari pemeluk Islam, Hindu, Budha, Konghucu, dan Tionghoa.
"Selain saya menyampaikan makna puasa sesungguhnya, bahwa puasa mengajarkan moral dan bukti pekerti luhur. Ini juga jadi cita-cita Bapak karena menjelang akhir hayat berpesan adalah persatuan bangsa Indonesia," tutup Sinta.
(ega/mad)