Riny awalnya bergabung dengan doctorSHARE, organisasi non profit yang peduli terhadap kesehatan. Dia melihat ada masyarakat Papua yang sulit mendapatkan pengobatan, meski ada fasilitas tertentu. Apalagi di daerah yang baru saja mengalami kecelakaan pesawat. Niat baik pun muncul walau masih ada hambatan.
"Ternyata sewaktu kita mau eksekusi, baru ada pesawat hilang di lokasi itu. Mulailah perizinan semakin sulit untuk terbang ke sana. Apalagi keenam pilot ini terhitung sebagai maskapai baru," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Puji Tuhan, kami langsung ditunjukkan dengan Yayasan Somatua. Mereka juga punya misi sosial dan kebetulan ketua yayasan itu namanya Maximus Tipagau punya perusahaan pariwisata," kata Riny.
Dia bepikir bahwa niat baik selalu diberi jalan oleh Tuhan untuk mewujudkannya. Tak peduli masyarakat yang ditolong berbeda secara suku hingga kepercayaan, tetapi niatan baik menolong sesama manusia haruslah terwujud.
"Ketika para pilot akan pending, kita justru dipertemukan dengan Yayasan Somatua. Sungguh ini jalan Tuhan," ungkap Riny dengan suara bergetar.
Kini program kebaikan itu sudah berjalan tiga kali dan amat mendapat antusiasme warga setempat. Tetapi secercah senyum dari warga tak serta merta digapai begitu saja. Ada secuil kisah perjuangan yang mewarnai langkah awal dr Riny dan kawan-kawan.
"Awal pertama kami mau buat dokter terbang itu ada sekelompok pilot dari satu maskapai perintis yang mau mengantar. Pertemuan awal berjalan sangat lancar ketika kita sama-sama punya visi untuk kemanusiaan," tutur dr Riny saat berbagi pengalaman isnpiratif dengan detikcom, beberapa waktu lalu.
Tak banyak maskapai yang mau menembus pedalaman Papua, apalagi ketinggiannya mencapai 2.200 di atas permukaan laut. Curamnya pegunungan siap menghalangi manuver pesawat-pesawat yang melintas.
Maka dari itu tak semua maskapai bisa kantongi izin untuk masuk wilayah itu. Untunglah para pilot yang awalnya diajak berbincang oleh Riny dan kawan-kawan bekerja pada maskapai perintis yang memang mengambil rute wilayah tersebut.
"Sebetulnya waktu itu kami ada 6 pilot dari salah satu airlines yang akan dibuka. Airlines yang pesawatnya kecil ada kumpulan pilot datang ke docotorShare karena (kami) cukup banyak ditayangkan dan mereka datang. Mereka gabung bikin airlines perintis dan mereka terangsang dan tergelitik jadi mereka mau terbangkan dokter ke sana," kata Riny.
Dia bepikir bahwa niat baik selalu diberi jalan oleh Tuhan untuk mewujudkannya. Tak peduli masyarakat yang ditolong berbeda secara suku hingga kepercayaan, tetapi niatan baik menolong sesama manusia haruslah terwujud.
"Ketika para pilot akan pending, kita justru dipertemukan dengan Yayasan Somatua. Sungguh ini jalan Tuhan," ungkap Riny dengan suara bergetar.
Kini Riny bersama para dokter terbang lain yang tergabung di doctorSHARE tetap akan menjalankan pengabdian untuk masyarakat. Peluh, keluh, dan biaya yang dikeluarkan tak ada nilainya jika dibandingkan dengan secercah senyum penuh harap dari masyarakat yang ditolong.
Sudah beberapa bulan ini dr Riny Sari Bachtiar, MARS dan kawan-kawannya yang tergabung dalam doctorSHARE menjalani program Dokter Terbang di pedalaman Papua. Bukan berarti sok jadi pahlawan, Riny tergerak untuk melayani kesehatan masyarakat Papua yang dianggap jauh dari akses kesehatan.
Rupanya wilayah yang disinggahi dr Riny dan kawan-kawan itu bukan sama sekali tak tersentuh sarana dan prasarana kesehatan. Puskesmas dan Posyandu juga sudah ada di titik yang dianggap 'dekat' dengan lokasi, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
"Pukesmas juga ada di sana, tetapi memang kondisinya cukup memprihatinkan. Ada dipan, tetapi tidak ada kasurnya. Jadi langsung kayu begitu saja," kata dr Riny.
Sebenarnya kondisi demikian juga hampir sama dengan rumah mereka sendiri. Tetapi menurut dr Riny, tak semestinya tempat seseorang dirawat kondisinya memprihatinkan seperti demikian. Belum lagi ketersediaan obat-obatan yang mungkin seadanya. Itulah yang membuat dr Riny mencetuskan ide dokter terbang, sehingga pelayanan kesehatan dapat terbarui beberapa bulan sekali.
Padahal ada cukup banyak penyakit yang menhantui masyarakat Intan Jaya. Penyakit terbanyak adalah ISPA hingga patah kaki. Riny pun mengakui bahwa mereka juga memiliki keterbatasan dalam membawa alat-alat. Maka dia menganggap aksi heroik yang dilakukan itu masih belum cukup dibilang besar.
Namun niat kecil itu dibalas dengan senyuman luar biasa dari masyarakat. Tak ayal mereka pun diminta untuk sering datang ke sana, bahkan menetap.
(mad/nrl)