Meski sudah renta dan duduk di kursi roda, Sukarjo masih bisa mendengar dan berbicara dengan jelas, bahkan ia masih ingat sebagian besar peristiwa yang dialaminya pada masa-masa perjuangan.
Saat ditemui detikcom usai menerima tali kasih dari PT Pertamina MOR IV, Sukarjo menceritakan kisahnya ketika muda. Ia masih ingat tahun 1943 silam ia dibawa tentara Jepang menggunakan kereta api menuju Solo. Ternyata ia dites untuk bergabung sebagai Heiho atau tentara pembantu yang dibentuk Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu Jepang itu mau membuat pabrik minyak di Indonesia, jadi mereka membuat tenaga personelnya dengan Heiho," imbuhnya.
Sukarjo ternyata lulus bersama 249 orang lainnya kemudian dibawa ke Cepu. Namun ia tidak tahu lokasi pastinya di mana karena setelah itu ia hanya berada di asrama dan tidak diperbolehkan keluar.
"Sama sekali tidak boleh keluar dari asrama," tegasnya.
Tiba-tiba tanggal 22 Agustus 1945, Sukarjo dilepaskan oleh Jepang dan kembali ke Solo. Ia masih belum tahu apa yang terjadi hingga akhirnya ia melihat orang-orang mengepalkan tangan ke atas dan berteriak 'merdeka'.
"Waktu di perjalanan pada teriak merdeka itu kenapa. Di stasiun, di jalan pada teriak-teriak. Saya sama sekali tidak tahu. Terus saya tanya ke kondektur kenapa orang-orang seperti itu, dia bilang kita sekarang sudah merdeka, presidennya Soekarno," kenang Sukarjo.
Kakek yang kini memiliki 17 cucu itu bergabung dengan pasukan Batalyon 17 Resimen 27 Tawangmangu. Ia mulai membela Negara Indonesia sebagai militer hingga pensiun tahun 1979 dengan pangkat Kapten.
"Setelah jadi Heiho langsung masuk tentara sampai pensiun tahun 1979. Ikut sampai ke Jawa Barat termasuk penumpasan DI/TII," terangnya.
Kini Sukarjo tinggal di Jalan Patriot gang 3 nomor H-66 Semarang. Ia mengaku senang diundang untuk mengikuti upacara memperingati hari kemerdekaan. (alg/dhn)