Seperti halnya Doni (28), pria yang kesehariannya bekerja sebagai IT perusahan swasta di kawasan Jakarta ikut mendaftar Gojek. Meski kerja sebagai di ruangan ber-AC, dan mengenakan kemeja serta dasi tak membuat malu untuk daftar sebagai Gojek.
"Sudah kerja sebagai IT di salah satu perusahaan di kawasan Jakarta," ujar Doni usai mengantri berjam-jam bersama ketiga rekannya di Hall Basket Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inikan freelance, jadi tidak masalah atau menganggu pekerjaan di kantor. Soalnya buat narik penumpang itu tergantung kita, kalau bisa diambil, kalau tidak juga nggak masalah, misalnya kita masih ada kerjaan," paparnya.
Ibarat pepatah sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, pasalnya jarak rumah dan kantor yang lumayan jauh bisa manfatkan dengan mengambil sampingan.
"Sekarang dari pada kita pulang macet-macetan nggak dapat apa-apa, lebih jadi Go-Jek pulang kantor bisa nyambi bawa penumpang yang satu arah dengan kita sudah gitu dapat uang lagi," paparnya.
Hal senada juga diutarakan oleh Dani yang merupakan rekan kerja dari Doni. Menjadi Go-Jek baginya bukan pekerjaan memalukan.
"Ya siapa juga yang nolak pendapatan 3 sampai 4 juta perbulan, itu bersih Loh. Lumayan buat tambah-tambah," papar Dani.
Dani menuturkan Go-Jek adalah satu contoh transportasi mengajarkan banyak hal. Seperti dengan tertib administrasi, dan tertib berlalu lintas.
"Sekarang bisa dibandingi, angkutan mana yang menerapkan sistem tertib administrasi, emang ada Angkot yang mau pakai seragam ketika narik, kalau di-Go-Jek semua pakai jaket. Sudah gitu tidak boleh diganti sembarang orang, karena ada peraturan dalam kontrak," tandasnya.
(edo/dra)