"Nggak benar itu (ada perpecahan), itu perbedaan pendapat di lokasi muktamar, ada setuju AHWA dan ada tidak setuju di awalnya, tapi menjelang muktamar berakhir terjadi kesepakataan menggunakan AHWA untuk pemlihann Rais Aam," kata Ishomuddin dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (8/8/2015).
"Iya, itu kan ada semacam paksaaan itu (yang terjadi di Pondok Pesantren Tebuireng). Saya banyak dapat telepon dari kawan-kawan yang nyatakan dikurung di Tebuireng yang membuat mereka tak bisa keluar. Tetapi muktamar pada sidang pemilihan itu kan sudah quorum, lebih banyak dari yang di Tebuireng, maka sah pemilihannya. Maka tidak benar ada diulang, tidak perlu diulang," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada perpecahan di NU sama sekali, tak perlu dibesar-besarkan. Itu ekspresi kekesalan sesaat saja, menghangat dan normal lagi, hangat dan normal lagi," ujarnya.
Sementara terkait KH Mustafa Bisri yang tidak bersedia menjadi Rais Aam meski dipilih oleh 9 Kiai sepuh Tim AHWA, menurut Ishomuddin hal itu bukanlah bentuk kekecewaan dari Gus Mus.
"Tidak (karena kecewa), Gus Mus itu tak berambisi jabatan. Jabatan bukan merupakan tujuan hidup ulama, jadi sangat tidak layak jabatan itu diperebutkan," ucapnya.
"Yang perlu itu sesungguhnya adalah pesan moral dari Gus Mus, yaitu bahwa AHWA bukan untuk mendukung Gus Mus, tapi memilih pimpinan yang terbaik dari yang baik-baik," pungkasnya.
(idh/jor)