Vonis Mati 10 Orang, Gayus Lumbuun: Saya Bukan Malaikat Pencabut Nyawa

Vonis Mati 10 Orang, Gayus Lumbuun: Saya Bukan Malaikat Pencabut Nyawa

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 05 Agu 2015 15:13 WIB
Gayus Lumbuun (ari/detikcom)
Jakarta - Hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun kembali menjatuhkan hukuman mati kepada Udin Botak bersama hakima agung Timur Manurung dan Dudu Duswara. Ini adalah vonis mati yang kesepuluh yang dijatuhkannya kepada para pembunuh sadis.

"Saya tidak mau berkomentar soal perkara," kata Gayus enggan mengomentari putusan Udin Botak saat dihubungi detikcom, Rabu (5/8/2015).

Guru besar hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta itu lebih memilih berbicara tentang hukuman mati sebagai hukum dan tidak mau dikait-kaitkan dengan perkara. Baginya, hukuman mati masih diperlukan di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di konstitusi kan masih diakui dan dalam hukum positif juga masih tercantum," ucap Gayus.

Gayus menganut teori Lawrence M Friedman yang mengemukakan efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.

"Dalam kasus pembunuhan, mari kita perbaiki perilaku masyarakat supaya tidak membunuh. Jangan tiba-tiba meminta hukuman mati dihapus dari UU. Masyarakat kita masih membutuhkan hukuman mati," ujar mantan angota DPR itu.

Hukuman bagi Udin Batok merupakan hukuman mati yang kesepuluh yang dijatuhkan Gayus Lumbuun. Hukuman mati itu dijatuhkan kepada 10 orang, antara lain:

1. Wawan.
Wawan menghabisi Sisca secara kejam dan keji bersama Ade dengan cara menyeret tubuh Sisca dengan sepeda motor selama 500 meter hingga muka Sisca hancur pada Agustus 2013 di Jl Cipedes, Kota Bandung. Setelah itu Wawan dan Ade membacok Sisca berkali-kali hingga tewas.

Wawan awalnya dihukum penjara seumur hidup. Oleh trio hakim agung Gayus Lumbuun-Artidjo Alkostar-Margono, hukuman Wawan diubah menjadi hukuman mati pada 12 November 2014.

2. Pastur Herman
Gayus bersama dua hakim agung lainnya mengubah hukuman penjara seumur hidup Pastur Herman menjadi hukuman mati. Pelaku membunuh teman perempuannya Grace yang tengah hamil anak ketiga mereka. Dua anak hasil hubungan Herman dan Grace sebelumnya dibunuh usai lahir dan dimakamkan di samping rumah Herman.

3. Rahmat Awafi
Palu keras Gayus juga diketok saat mengubah hukuman 15 tahun penjara Rahmat Awafi menjadi hukuman mati. Vonis mati dijatuhkan dengan masak-masak karena Rahmat membunuh dengan sadis kekasihnya, Hertati yang telah hamil tua.

Tidak hanya itu, Rahmat juga membunuh anak Hertati karena anak Hertati melihat pembunuhan itu. Rahmat lalu membakar keduanya untuk menghilangkan identitas kedua korban itu. Setelah itu, jenazah dimasukkan ke dalam koper dan kardus tv dan dibuang secara terpisah. 

4. Prajurit Dua (Prada) Mart Azzanul Ikhwan.
Prada Mart menghabisi nyawa teman perempuannya, Shinta yang telah hamil tua hasil hubungan gelapnya dengan sangkur secara sadis dan keji. Tidak hanya itu, ibu Shinta, Opon juga ikut dibunuhnya. Prada Mart sempat kabur selama sepekan selama di penjara militer.

5. Heru Hendriyanto
6. Putu Anita Sukra Dewi
Heru dan Anita juga tidak lolos dari palu mati Gayus. Heru-Anita membunuh satu keluarga di Bali yaitu Made Purnabawa (28), Ni Luh Ayu Sri Mahayoni (27) dan anak perempuannya, Ni Wayan Risna Ayu Dewi pada 16 Februari 2012.

8. Ryan
Bersama Artidjo Alkostar dengan Salman Luthan, Gayus ikut menghukum mati Ryan. Pria asal Jombang itu membunuh 11 orang, korban yang terakhir dimutilasi. Sementara 10 lainnya dikubur di belakang rumahnya di Jombang. Ryan hingga kini belum dieksekusi mati.

9. Udin Botak
Udin dan Dedi disewa Raga Mulya, Weda Mahendra Jaya dan Teuku Samsul Abadi. Mereka menyewa Udin yang sehari-hari sebagai tukang parkir di Gambir, Jakarta Pusat. 

Pembunuhan berencana itu dilaksanakan pada 10 April 2014 di rumah korban di Jalan Batu Indah Raya, Batununggal, Bandung. Atas perbuatannya, Udin Botak, Dedi, Raga Mulya, Weda Mahendra Jaya dan Teuku Samsul Abadi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh PN Bandung pada 15 Desember 2014.

Di tingkat kasasi, hukuman Udin Botak diperberat menjadi hukuman mati. Perkara Nomor 773 K/PID/2015 diadili oleh ketua majelis hakim agung Timur Manurung dengan anggota Prof Dr Gayus Lumbuun dan D Dudu Duswara. Vonis ini diketok pada Selasa (5/8) kemarin.

Dengan banyaknya orang yang telah divonis mati tersebut, Gayus enggan disebut sebagai malaikat pencabut nyawa.

"Saya bukan malaikat pencabut nyawa. Setiap hukuman yang dijatuhkan dipertimbangkan sesuai dengan aturan dan fakta persidangan," ujar Gayus.

Secara pribadi, Gayus mengakui sebagai orang antihukuman mati. Tetapi melihat kondisi yang ada dalam masyarakat Indonesia, Gayus memilih melindungi masyarakat dari bahaya pembunuhan yang masih marak.

"Supaya mencegah masyarakat jangan mudah membunuh," pungkas Gayus.
Halaman 2 dari 4
(asp/trw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads