Β
"Kita hapus sebagai pasal yang inkonstitusional. Kepala negara sebagai simbol, simbol itu artinya lambang negara, lambang itu sudah diatur sendiri pada Pasal 36. Lambang Negara itu Garuda Pancasila, jadi itu teori feodal yang anggap presiden itu lambang negara," kata Jimly di kompleks Istana, Jakarta, Selasa (4/8/2015).
Menurut Jimly, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak bisa disalahkan soal masuknya pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP.
"Drafnya di pemerintahan yang lalu. itu kan sudah dibahas tim hukumnya, banyak ahli pidana ingin mengembalikan itu (pasal penghinaan). Padahal itu lah pasal yang kita batalkan yang salah satu pengalaman yang jarang terjadi di mana Dewan HAM PBB memuji-muji Indonesia," sambung Jimly.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau yang namanya institusi presiden tidak punya perasaan, maka l;embaga presiden itu tidak bisa merasa dihina. maka siapa yang merasa dihina? itu pribadi. ya sama dengan pribadi yang lain, kalau merasa dihina dia mengadu ke polisi. Maka penghinaan kepada siapa saja itu delik aduan," sambungnya. (ega/fdn)











































