"Kalau saya pribadi, sejak wali kota, gubernur, presiden, itu yang namanya diejek, dicemooh, dicaci, dihina, sudah makanan sehari hari. Dan sebetulnya yang seperti itu bisa di... kalau saya mau bisa saja itu dipidanakan. Bisa dipidanakan. Bisa ribuan kalau begitu, kalau saya mau," kata Jokowi kepada wartawan di Pluit, Jakarta Utara, Selasa (4/8/2015).
"Tapi hingga detik ini hal tersebut tidak saya lakukan. Tapi apapun negara kita ini bangsa yang penuh kesantunan," ucap Jokowi," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saya lihat di situ sebetulnya itu untuk memproteksi orang-orang yang kritis, yang ingin melakukan pengawasan untuk tidak dibawa ke pasal karet, jangan dibalik-balik. Itu justru memproteksi. Jadi yang ingin mengkritisi memberi pengawasan koreksi silakan, jangan sampai nanti ada yang membawa ke pasal karet," sambung Jokowi.
Jokowi menyatakan pasal tersebut tidak hanya akan berlaku bagi dirinya, tetapi juga untuk presiden siapa pun.
"Inikan urusan presiden sebagai simbol negara, bukan pasalnya saja. Nanti digunakan untum presiden berikutnya. Kalau saya pribadi seperti yang saya sampaikan, itu makanan sehari hari," cetus Jokowi.
Dalam RUU KUHP di pasal 263 ayat 1 yang disodorkan pemerintah ke DPR berbunyi:
Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264:
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV. (dra/dra)