"Dalam era keterbukaan publik saat ini masyarakat dengan mudah dapat mengakses kebutuhan apapun. Sebagai lini depan keamanan negara, tugas berat intelijen adalah mengontrol dan mengawal dalam menyajikan akses publik," ujar Sutiyoso.
Hal tersebut diungkapnya dalam bedah buku mantan KaBIN Letjen (Purn) Marciano Norman di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Jaksel, Kamis (30/7/2015). Sayangnya Marciano tak hadir dalam bedah buku karangannya yang berjudul Intelijen Negara: Mengawal Transformasi Indonesia Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini perlu disusun dalam menyiasati perubahan dinamika masyarakat agar tidak terhambat pengamanan negara. Intelijen negara adalah kemanan negara baik dalam jangka pendek menengah dan jangka panjang," sambungnya.
Sutiyoso pun berharap agar insan intelijen terus mengembangkan potensi dan kualitas diri. Pasalnya itu diperlukan untuk menghalau dampak negatif kemajuan teknologi. Kepiawaian teknologi informasi, kata Sutiyoso, harus dipahami insan intelijen sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan dini. Dengan begitu tantangan akan dapat ditanggulangi secara profesional.
"Meski rezim berganti tapi kepentingan nasional dan negara Indonesia tetap harus berjalan dengan baik. NKRI harus tetap tegak berdiriri dan mampu bertahan dalam segala gejolak dinamika masyarakat," tegas jenderal purnawirawan bintang 3 itu.
Sutiyoso mengatakan, dalam buku Marciano terdapat sejumlah masalah-masalah intelijen. Mantan Gubernur DKI tersebut pun berharap buku itu dapat menjernihkan segala prasangka yang ada.
"Segelintir kecil yang dipermasalahkan dibahas dalam buku ini. Diharapkan buku ini menjadi referensi sumber pengetahuan tentang dunia intelijen dan dapat mendewasakan pemahaman dan menekan sentimentil yang selama ini ada terkait intelijen," pungkas Sutiyoso.
(elz/faj)