Suprapto merupakan orangtua dari seorang anak yang kini baru naik kelas 2 SD negeri. Dia kasihan melihat anaknya saat kelas 1 SD sudah membawa beban tas yang berat. Dia berharap Kemendikbud membuat peraturan sendiri soal ini.
"Saya mempunyai anak tahun ini masuk kelas 2 SDN, ini sebenarnya sudah dialami oleh anak saya pada waktu kelas 1 SDN, dengan adanya curhatan ini maka saya ingin berbagi pengalaman yang dialami oleh anak saya juga," demikian kata Suprapto dalam emailnya pada detikcom, Rabu (29/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena diisi tiap hari dengan buku LKS (Lembar Kerja Siswa) tiga, yang tebal-tebal. Buku tulis tiap satu pelajaran ada dua, dan itu masing-masing tebal-tebal sekali. Belum air minumnya, belum makanannnya karena untuk jajan saya kurang suka dengan jajanan sekolah," tutur Suprapto.
Untuk itu, dia sebagai orangtua murid berharap ada aturan tentang beban tas sekolah ini dari Kemendikbud.
"Kami mohon pihak Kemendikbud bisa diberikan semacam peraturan menteri yang mengharuskan anak untuk tidak semua LKS dibawa, cukup yang penting-penting saja. Karena kalau saya tanya kepada anak saya, dia takut dimarahi oleh gurunya jika tidak semua dibawa. Semoga ke depannya ini tidak terulang kembali. Terimakasih," tutup dia.
Sedangkan pembaca detikcom lain, Helen, dalam emailnya mengusulkan beberapa solusi yang bisa diterapkan oleh pihak sekolah:
- Tiap anak memiliki laci di bawah mejanya sendiri yang bisa dikunci. Alat tulis rutin seperti pensil, penghapus, penggaris, topi dan lain-lain disimpan di sekolah
- Air minum disediakan galonan di tiap kelas, tiap anak memiliki gelas dengan namanya sendiri yang harus dicuci dan disimpan di laci bawah mejanya sendiri.
- Pemakaian kertas catatan lepasan yang bisa disobek dan difile untuk menggantikan buku-buku catatan kosong yang berat dan tidak membuang-buang buku catatan yang masih kosong tiap akhir tahun ajaran.
- Alat tulis tambahan yang tidak rutin seperti lem, alat untuk art craft disediakan pihak sekolah diambil dari dana tahunan.
Halaman 2 dari 1