Sebuah pameran seni rupa bertajuk 'Matja Seni Wali-wali Nusantara' digelar di Kota Budaya, tepatnya di Jogja National Museum Jalan Prof Amri Yahya No 1, Gampingan, Yogyakarta. Acara ini dibuka sejak 27-30 Juli 2015 dan gratis untuk umum.
Melalui pameran ini, terdapat pesan bahwa dalam tradisi Islam Nusantara, kesenian ditempatkan di wilayah yang begitu mulia, luhur, berkeadilan, dan bermaslahat bagi umat manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kesenian tidak hanya digunakan untuk alat dakwah, tapi lebih dari itu. Karena keberislaman seseorang bisa dilihat dari sejauh mana orang itu berapresiasi terhadap seni," jelas Anzieb.
Dalam konteks Islam, dunia seni di kehidupan pesantren saat ini semakin sempit. Anzieb menjelaskan hal ini karena kesenian yang ditampilkan terbatas pada kaligrafi, marawis, dan hadrah yang merupakan kesenian Islam Arab.
"Di mana Islam Nusantaranya? Sedangkan kalau bicara aksara Jawa, aksara lokal, di setiap daerah memilikinya," imbuhnya.
![]() |
"Pameran ini juga memberikan pengetahuan bagi beberapa seniman untuk menggali akar budaya daerahnya," kata Anzieb.
Sebagai generasi penerus, kata Anzieb, wajib membaca, menafsirkan ulang dan juga melakukan tindakan secara simultan terhadap gagasan para leluhur.
"Sehingga tetesan gagasan leluhur yang menjadi warisan," imbuhnya.
"Kita perlu membaca kembali gagasan para leluhur. Kita baca dinamika kesenian hingga hari ini, Islam hari ini. Jaringan Islam juga terputus di ranah politik, ekonomi, dan budaya. Kenduren, mitoni, seribu harian, budaya yang dipelihara oleh Wali Songo," ulas Anzieb.
Sebanyak 50 seniman memamerkan hasil karyanya antara lain Ahmad Tohari, Mustofa Bisri, Jeihan, Entang Wiharso, Ivan Sagita, Heri Dono, dan I Gusti Nengah Nurata. Mereka berasal dari beragam latar belakang baik budaya dan agama.
![]() |
Anzieb menjelaskan bahwa pameran ini menjadi sejarah baik untuk NU maupun dunia kesenian. Dia berharap NU tidak mengubah sikap dan cita-cita sebagai pemangku budaya nusantara.
"Dulu pernah pameran juga tapi hanya kaligrafi saja saat muktamar di Boyolali. Kalau sekarang lebih bermacam-macam (senirupa)," katanya.
Bukan tanpa alasan Yogyakarta dipilih menjadi tempat pameran Senirupa 'Matja' sedangkan Muktamar NU digelar di Jombang. Yogyakarta dinilai sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang merepresentasikan Islam Nusantara.
"Atmosfernya paling hidup, atmosfer keberagaman dan kesenian. Ada keraton Mataram Islam, dipeliharanya budaya-budaya lokal," pungkas Anzieb. (sip/try)