Misalnya saja para TKI legal yang bekerja di Dong Kwang Factory di kawasan Osan, Provinsi Gyeonggi. Mereka rata-rata bisa menerima gaji Rp 20 juta dalam satu bulan. Total ada 7 TKI yang bekerja di perusahaan penghasil spare part untuk radio tape mobil itu.
Seorang TKI asal Banyuwangi, Anam, menuturkan gaji pokok mereka di perusahaan tersebut sekitar 1,17 juta Won atau Rp 14 juta (asumsi Rp 1 adalah 12 Won). Ditambah uang lembur, di akhir bulan mereka bisa mendapatkan 1,7 juta Won atau lebih dari Rp 20 juta jika dirupiahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita bekerja 8 jam sehari, ditambah lembur 3 jam. Setiap 2 jam ada istirahat 10 menit. Kita makan disediakan, asrama juga," lanjut pria lulusan SMA itu.
Wakil Dubes RI untuk Korea Cecep Herawan yang menemani Nusron menjelaskan kepada pemilik pabrik, kedatangan mereka hanya ingin memastikan para TKI bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan haknya.
"Kami Ingin memastikan kondisi teman-teman di sini dan juga meminta masukan-masukan untuk perbaikan seleksi di Jakarta ke depannya," tutur Cecep.
"Kami Ingin memberikan yang terbaik kepada pekerja kami, tapi tentu disesuaikan dengan kemampuan mereka dan ekonomi kami," tanggapan dari pemilik pabrik, Han Kwang-Sok, terhadap pernyataan Cecep.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia, karena kami di sini kesulitan mendapat pekerja lokal (WN Korsel). Membantu sekali dengan kesediaan TKI untuk bekerja di sini," lanjutnya.
Hal yang menjadi salah satu kekurangan TKI dibanding tenaga asing dari negara lain yaitu penguasaan bahasa. Tidak semua yang dikirim ke Korea dari Indonesia adalah mereka yang benar-benar bisa berbahasa Korea.
Minimnya minat warga Korea bekerja di bidang manufaktur sebenarnya bukan karena penghasilan yang rendah, di mana gaji pokoknya sama dengan UMR warga Korea. Alasan utama mereka rata-rata karena menghindari pekerjaan yang menyangkut 3D (Difficult, Dangerous and Dirty). (rna/aan)