Ketika melangkahkan kaki ke bagian dalam gedung, pengunjung akan disambut dengan bentuk bangunan megah khas zaman kolonial dengan marmernya, pilar-pilarnya, atap bangunan yang tinggi yang menandakan betapa terawatnya bangunan tua satu ini.
Sama seperti halnya bangunan di luar, bagian dalam museum ini menyimpan banyak cerita hanya dari mengamati sudut-sudut bangunannya. Di beberapa bagian museum ini, terlebih lagi bagian pilar depan Anda akan disajikan patung patung kepala yang melukiskan wajah para gubernur jenderal Belanda di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyusuri bagian koleksi pameran permanen yang dimiliki oleh museum satu ini, sebagai pengunjung Anda akan kembali dipukau oleh keindahan dan kejeniusan para leluhur kita. Bagaimana budaya bangsa kita, betul-betul memukau mereka yang dulu meng eksploitasi bangsa kita. Β
Sesimpel kisah fabel 'si kancil' yang sering di ceritakan di waktu kecil pun, diceritakan kembali di sini dalam bentuk relief-relief penghias pilar pilar bangunan. Ada si kancil dengan buaya, si kancil dengan macan, dan masih banyak lainnya. Belum lagi hiasan bangunan yang melambangkan keanekareagaman fauna yang dimiliki bangsa kita.
Relief relief dan hiasan di atas, tentunya menemani benda-benda pameran yang tidak kalah menarik. Pada kunjungan kali ini, di salah satu ruangan pameran, saya disuguhkan dengan banyak patung patung yang menyerupai penduduk Hindia Belanda pada saat itu.
Di mana salah satunya adalah Soewarsih Djojopoespito, seorang murid Ibu kartini, dengan pose mengajar di depan papan tulis, yang menjadi motor emansipasi wanita di daerah Buitenzorg (Bogor) pada zamannya. Di ruangan lainnya, pengunjung akan disuguhkan cerita bagaimana Belanda sangat bangga memamerkan kebudayaan Indonesia sebagai salah satu daerah koloninya, yang terbukti dari sebuah etalase yang menampilkan diorama pameran kolonial yang diadakan di Paris pada tahun 1931.
Yang lebih menarik lagi, disini pengunjung pun dapat melihat keris yang diketahui sebagai keris tertua di dunia yang dibuat pada tahun 1342, yang diberikan oleh Paku Alam V kepada Charles Knaud atas jasanya mengobati putra Paku Alam V pada abad ke-19. Selain keris tersebut, terdapat pula pedang yang dimiliki oleh Sisingamangaraja XII atau dikenal dengan podang raja yang kabarnya diberikan kepada komunitas misionaris atas jasanya membaptis
saudara dari Sisingamangaraja XII.
Di museum ini pun kita dapat menemukan beberapa potongan relief borobudur asli yang dibawa ke Belanda, yang tentunya menggambarkan kisah kisah agama buddha, sama seperti yang terdapat di candi Borobudur yang kita kenal
sekarang.
Tentunya masih banyak lagi baik senjata kuno, patung, lukisan, wayang bahkan rempah-rempah yang dibawa dari Indonesia yang dipamerkan di dalam museum ini, yang menunjukan kejeniusan lokal leluhur kita, menjadikan nya semakin sarat akan sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia yang menakjubkan
Referensi : Ne, S., & Amsterdam, N. (2011). The Netherlands East Indies at the Tropenmuseum: A colonial history. Amsterdam: KIT.
*) Bhredipta Cresti Socarana, Faculty of Law University Gadjah Mada, Yogyakarta dan Exchange Student Leiden University (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini