"Saya melakukan perbandingan agama. Dulunya non muslim yang aktif ikut penyebaran agama ke beberapa kota besar di Indonesia," ucap Naufal saat berbincang dengan detikcom, Rabu (8/7/2015) lalu.
Naufal kecil hingga remaja aktif belajar perbandingan agama, salah satunya Islam untuk mengetahui apa kelemahan Islam. Namun ternyata hidayah justru datang kepadanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 25 Januari 1993, saat usia Naufal 21 tahun, dia mengucap syahadat.
"Saya memilih Islam karena Islam agama yang sempurna, Hablum minallah dan hablum minannas sempurna dunia dan akhirat," tegas Naufal.
Tantangan setelah itu adalah belajar salat dan mengaji. Naufal muda sempat bingung harus mengaji sama siapa.
"Waktu saya masuk Islam dulu itu banyak umat muslim yang masih setengah hati menerima mualaf Tionghoa. Kalau saya ke masjid sering dicurigai, ketika nanya salat gerakannya bagaimana, banyak yang nggak mau ngajarin," kenang Naufal kala itu.
Akhirnya dia bertemu dengan guru yang mau mengajarkannya dengan sabar, yaitu Effendi Zarkasi dari Direktorat Penerangan Agama Islam, Ditjen Bimas Islam Kemenag. Selain itu ada juga beberapa ustad dan temannya sesama muslim.
"Saya belajar Islam sama ustad, salat, baca Quran dan lain-lain. Saya juga kenalan dengan mualaf-mualaf Tionghoa kala itu," kata Naufal.
Selain tantang dari lingkungan sekitar, keluarga juga kaget saat Naufal memutuskan memilih menjadi muslim. Namun mereka tidak bisa memaksakan tekad kuad Naufal itu.
"Keluarga saya cuma tidak suka saat saya masuk Islam, tidak menentang. Teman-teman juga menghindari saya," ujar pria yang tinggal di Kampung Melayu itu.
Setelah lulus kuliah dan menjadi mualaf dia mendapat banyak tawaran beasiswa di bidang agama. Hingga akhirnya lulus dan kini menjadi pendakwah.
"Setelah lulus kuliah saya ngajar dan dapat banyak tawaran beasiswa. Pernah dapat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) beasiswa pendidikan dasar ulama selama 2 tahun," ucap dia.
Selain itu juga beasiswa dari Pendidikan Kader Mubaliq dari Koordinator Dakwah Islam Indonesia. Di sana Naufal diajarkan menjadi pendakwah. Ada juga beasiswa dari Lembaga Bahasa Ilmu Quran (LBIQ) dan Pendidikan Kader NU.
Beasiswa lainnya adalah dari Pesantren Hafidz Quran Ustman bin Affan selama 3 tahun di Taman Mini, Bambu Apus. Di tempat ini Naufal berhasil menghafal 30 juz Alquran.
"Saya terkendala huruf R-nya karena orang Tionghoa, pelan-pelan belajar, Alhamdulillah bisa. Alhamdulillah sekarang hafal 30 juz dan masih terus murajaah (mengulang hafalan)," ucapnya.
Kini Naufal fokus pada kegiatan ceramah, memberikan motivasi, dan menjadi pembina mualaf. Uang hasil kerjaannya sebagian diberikan kepada anak-anak yatim di sekitar rumahnya di Kampung Melayu, Jakarta Timur, ada sekitar 50 anak yatim di sana.
"Kerjaan saya ceramah ke mana-mana. Saya nggak pernah pasang tarif," katanya.
"Saya nggak mendagangkan agama, maksudnya nggak pasang tarif. Agama itu harus ikhlas mencari ridho Allah. Saya sarankan kepada penceramah dan ustad kalau ceramah jangan pasang tarif, meskipun kita ahli, ini agama, kita harus ikhlas mencari ridho Allah," pesan dia.
(slh/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini