"Ada beberapa golongan Islam yang mengatakan Islam harus kaya. Ada sebagian yang bilang, orang Islam nggak harus kaya. Kalau orang Islam kaya, malah jauh dari Allah, karena kebanyakan mudaratnya daripada manfaatnya," tutur Idris saat berbincang dengan detikcom di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2015).
Setelah dirinya mempelajari Islam dari Alquran, hadis dan terjemahannya beberapa kali, Idris menemukan jawabannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sore bakda Asar saat detikcom bertemu Idris, ayah dari 2 anak itu hanya membawa telepon seluler yang hanya bisa digunakan untuk menelepon dan mengirimkan SMS. Sesuatu yang sungguh antimainstream di tengah hiruk pikuk ponsel pintar dengan layar sentuh di sana-sini. Satu lagi bawaannya, tas kresek kecil hitam yang di dalamnya seperti buku saku tanggung. Ternyata, isinya adalah Alquran.
"Ada sebagian golongan nggak percaya bahwa ada sufi, dengan orang-orang yang takut dengan dunia. Begini, kalau Allah izinkan saya makan sekarang, saya makan. Kalau tidak mengizinkan saya makan, saya tidak makan," tuturnya.
Idris pernah menyibukkan diri mencari rezeki dengan bekerja. Dia pernah bekerja di anak perusahaan BUMN di bidang migas.
"Saya jadi pengawas lapangan. Azan datang, saya salat. Setelah salat, saya begitu lagi, saya memerintah 'pipanya begini-begini' atau 'lo gimana sih, kerja kok kayak gini'. Secara nggak langsung saya sombong, saya nggak ingat Allah lagi, Allah ketinggalan," tuturnya.
Padahal, sebelum dirinya diterima bekerja, Idris sering duduk di warung dan berzikir mengingat Allah. Begitu bekerja, Allah malah seperti 'tertinggal' di belakang.
Pernah pula, dirinya meminta kelebihan sama Allah, memiliki indera keenam untuk melihat makhluk halus. Idris pernah menolong orang dengan kelebihannya itu.
"Pada saat suatu pagi, saya merenung, kenapa dengan kelebihan ini Allah malah ketinggalan? Allah berikan saya kelebihan, tapi Allah-nya malah ketinggalan, kenapa? Oh ya udah, ya Allah cabut lagi kemampuan saya ini, saya tak mau kehilangan Engkau, saya nggak mau sibuk," tuturnya.
Apalagi, suatu malam, dirinya pernah bermimpi. Dalam mimpi itu, dia dalam kondisi telanjang bulat. Sedangkan radius 30 meter di sekelilingnya, masih dalam mimpi itu, api berkobar-kobar dengan tinggi.
"Dalam api itu banyak orang-orang berteriak 'Allahu Akbar, Allahu Akbar. Ya Allah, ampuun, ya Allah ampuun'. Mereka disiksa. Itu kondisi di mana titik balik buat saya," kisahnya.
Apakah tidak bisa berzikir di sela bekerja?
"Sulit. Tidak bisa kita sandingkan yang baik dengan yang batil. Kalau kerja, kita maki-maki orang, waktu itu setan masuk, jadi lupa sama Allah. Yakin, Allah nggak tidur," jawabnya.
Idris juga tak mengizinkan sang istri bekerja, karena tugas istri adalah mendidik dan merawat anak-anaknya. Beruntung, dirinya memiliki istri yang sungguh pengertian. Semua hal ini adalah ujian bagi seorang mualaf dan muslim.
"Saya bilang kalau Allah berkehendak, saya kerja. Kalau Allah tak berkehendak, 1000 lamaran pun saya masukin saya nggak kerja," imbuhnya.
Dalam kondisi sederhana itu, bila berkekurangan, sang istri mengajaknya sujud pada Allah meminta petunjuk. Dan selama ini, Allah selalu memberikan petunjuk yang nyata yang kerap dimintanya dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
"Rezeki bukan hanya materi, ilmu pun rezeki buat kita," pesan dia.
Halaman 2 dari 1