13. Bagaimana menghitung zakat profesi?
Kalau zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, apa yang Anda keluarkan itu telah memenuhi ketentuan. Berikut keterangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun yang dimaksud dengan 'hasil usaha yang baik-baik', para ulama dahulu membatasinya pada hal-hal tertentu yang pernah ada di masa Rasulullah Saw dan yang ditetapkan oleh beliau sebagai yang harus dizakati. Inilah dahulu yang dimaksudkan dengan zakat penghasilan. Selebihnya, usaha manusia yang belum dikenal di masa Nabi dan sahabat beliau tidak termasuk yang harus dizakati. Jadi, yang demikian itu tidak dimaksudkan oleh sementara ulama dalam pengertian ayat di atas sebagai "hasil usaha yang baik."
Akan tetapi, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pendapatan, baik secara langsung tanpa keterikatan dengan orang atau pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, maupun yang disertai keterikatan dengan pemerintah atau swasta seperti gaji, upah, dan honorarium. Rasa keadilan dan hikmah adanya kewajiban zakat mengantar banyak ulama memasukkan profesi-profesi itu ke dalam pengertian "hasil usaha yang baik-baik."
Dengan demikian, mereka menyamakannya dengan zakat penghasilan atau perdagangan dan menetapkan persentase zakatnya sama dengan zakat perdagangan, yakni dua setengah persen dari hasil yang diterima setelah dikeluarkan segala biaya kebutuhan hidup yang wajar, dan sisa itu telah mencapai batas minimal dalam masa setahun, yakni senilai 85 gram emas murni.
Ada berbagai pendapat lain yang menganalogikan penghasilan dari profesi itu dengan zakat pertanian. Dalam hal ini, jika dia beroleh penghasilan senilai 653 kilogram hasil pertanian yang harganya paling murah, maka ketika itu juga dia harus menyisihkan lima atau sepuluh persen (tergantung pada kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu menunggu batas waktu setahun.
Menurut hemat saya, pendapat pertama yang menyamakan zakat profesi dengan zakat perdagangan lebih bijaksana, karena hasil yang diterima biasanya berupa uang sehingga lebih mirip dengan perdagangan dan atau nilai emas dan perak. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
![]() |
14. Bagaimanakah cara yang tepat membagikan zakat fitrah kepada yang mustahaq?
Menyerahkannya kepada lembaga BAZIS (baca: lembaga resmi) lebih baik, karena lebih terjamin pemerataan pembagian zakat itu. Ini karena boleh jadi mustahaq (yang berhak menerima) memeroleh dari berbagai sumber sedang ada selainnya yang tidak memeroleh sama sekali. Di sisi lain, memberi kepada amil yang tidak resmi berarti menunjuk wakil anda untuk memberinya sedang amil zakat yang resmi/semi resmi berkedudukan mewakili kelompok-kelompok yang berhak menerima.
Konsekuensi perbedaan ini menjadikan anda masih berkewajiban mengeluarkan zakat, jika zakat yang anda amanatkan ke amil yang mewakili anda itu menghilangkannya, karena zakat belum sampai kepada yang berhak menerima. Tetapi bila Anda menyerahkan kepada amil resmi/BAZIZ, maka karena dia mewakili yang berhak, anda tidak perlu mengeluarkan zakat lagi seandainya zakat yang anda serahkan itu hilang ditangan amil tersebut. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
15. Apakah zakat fitrah itu yang berhak fakir,miskin dan amil saja? Apakah bagian yang tidak ada mustahaqnya bisa dibagikan kepada yang sudah ada?
Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh menyebutkan bahwa memang zakat fitrah diutamakan untuk dibagikan kepada fakir dan miskin, meskipun boleh-boleh saja dibagikan kepada kategori penerima yang lain.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
![]() |
16. Apakah bagian fakir dan miskin perlu di bedakan?
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ada orang yang beroleh penghasilan, namun tidak cukup memenuhi kebutuhannya. Ketidakcukupan itu boleh jadi melebihi setengah kebutuhannya, dan boleh jadi juga kurang dari setengahnya. Salah satu dari mereka disebut fakir dan yang lainnya disebut miskin.Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
17. Penghasilan telah dipotong oleh pajak yang besarnya sekitar 15%, apakah masih memiliki kewajiban untuk membayar zakat maal? Bagaimana cara menghitungnya?
Pengeluaran untuk pajak disebut pengeluaran primer, satusnya hampir sama dengan utang. Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Syaikh Al-Azhar, Mesir, pernah berfatwa terkait kasus Anda ini. Menurutnya, apabila setelah dipotong pajak –-dan pengeluaran-pengeluaran utang lainnya-- sisa uang Anda masih mencapai nisab, yaitu senilai 85 gram emas atau lebih, Anda harus mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Demikian, wallahu a'lam.
(Huzaema Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
![]() |
18. Apabila bersedekah untuk almarhum apakah kita yang menyedekahkan atas nama almarhum juga dapat pahala? Apakah hanya untuk almarhum saja?
Insya Allah kita yang bersedekah atas nama almarhum mendapat pahala, dan almarhum juga mendapat pahala. Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan perbuatan baik seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Demikian, wallahu a'lam.
(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
19.Bagaimana cara membayar fidyah?
Fidyah adalah memberi makan setiap hari tidak berpuasa kepada seorang miskin seperti makanan sehari-hari yang bersangkutan, atau senilai dengan harga makanan itu. Nilainya tentu berbeda antara seorang dengan yang lain. Bukankah nilai makanan kita berbeda-beda? Fidyah dapat dibayarkan pada bulan Ramadan, dapat pula setelah Ramadan. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
![]() |
20. Apakah orang yang sakit dan tidak kuat untuk berpuasa, puasanya wajib dibayar setelah Ramadan atau cukup dengan fidyah saja?
Dalam QS al-Baqarah (2): 184, antara lain dinyatakan: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin." Inilah dasar hukum yang membolehkan membayar fidyah bagi seseorang yang merasa sangat berat untuk berpuasa. Ini berlaku misalnya bagai orang yang sudah tua. Sahabat Nabi, Ibnu Abbas, memasukkan wanita yang hamil dan/ atau menyusui dalam kandungan makna ayat di atas, sebagaimana diriwayatkan oleh pakar hadis al-Bazzar.
Sedang dalam pandangan mazhab Hanbali wanita yang hamil atau menyusui, maka mereka tidak membayar fidyah, tetapi harus mengganti puasanya pada hari yang lain. Dalam mazhab Ahmad dan Syâfi‘î kalau keduanya tidak berpuasa karena hanya khawatir keadaan janin/bayi yang disusukannya saja, bukan terhadap diri mereka, maka mereka harus membayar fidyah dan dalam saat yang sama mengganti puasanya.
Sedang bila khawatir atas diri mereka saja, atau diri mereka bersama dengan bayi/ janin, maka ketika itu, mereka hanya berkewajiban mengganti puasa, dan tidak membayar fidyah. Ini karena seseorang yang khawatir, walau atas dirinya saja, maka ia telah dibenarkan untuk tidak berpuasa serupa dengan orang sakit. Ini berdasar firman Allah dalam QS al-Baqarah (2): 184; "Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
Fidyah yang dibayarkan itu adalah memberi makan seorang miskin, seperti makanan sehari-hari yang bersangkutan, atau senilai dengan harga makanan itu. Nilainya tentu berbeda antara seorang dengan yang lain. Bukankah nilai makanan kita berbeda-beda? Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
21. Bagaimana hukum membayar fidyah bagi orang pikun?
Keadaan pikun dapat dikatakan seperti anak kecil yang belum baligh. Oleh karena itu, orang tersebut tidak wajib berpuasa tetapi wajib membayar fidyah. Jika ia tidak mampu membayar fidyah, maka yang membayarkannya adalah orang yang berkewajiban menanggung hidupnya (ahli waris), terutama anak cucunya. Demikian, wallahu a'lam.
(Faizah Ali Sibromalisi, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
![]() |
22. Membiayai keluarga sendiri, keluarga kakak dan adik yang miskin secara rutin perbulan melebihi 2.5% penghasilan, apakah tetap masih harus mengeluarkan zakat 2,5% terhadap penghasilan?
Apabila ketika membiayai keluarga kakak dan adik Anda yang miskin secara rutin yang totalnya melebihi 2,5% itu niat Anda adalah untuk mengeluarkan zakat, maka pemberian Anda itu sudah dinilai zakat dan kelebihannya dinilai sedekah. Kakak dan adik bukanlah keluarga yang menjadi tanggungan Anda, sehingga boleh menerima zakat selama mereka masuk dalam kategori fakir, miskin, atau salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat. Demikian, wallahu a'lam.
(Huzaemah Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
23. Bolehkah zakat via ATM kepada suatu yayasan zakat? Apakah harus ada serah terima dalam zakat dan juga bersedekah?
Boleh membayar zakat, infak, dan sedekah, dengan cara transfer melalui ATM ke rekening LAZIS, tidak harus datang langsung ke lembaga tersebut.
Dalam pembayaran zakat perlu ada akad penyerahan (ijab qabul) dari pembayar kepada penerima atau lembaga yang mewakilinya.
(Huzaemah Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran.)
24. Mana yang lebih baik, bersedekah melalui suatu lembaga/ amil ataukah langsung ke sasarannya. Bolehkan zakat langsung ke tetangga?
Menyerahkan zakat oleh wajib zakat kepada yang berhak sah-sah saja. Tetapi menyerahkannya kepada lembaga BAZIS (baca: lembaga resmi) lebih baik, karena lebih terjamin pemerataan pembagian zakat itu. Ini karena boleh jadi mustahaq (yang berhak menerima) memeroleh dari berbagai sumber sedang ada selainnya yang tidak memeroleh sama sekali. Demikian, wallahu a'lam.
Menyerahkan zakat oleh wajib zakat kepada yang berhak sah-sah saja. Tetapi menyerahkannya kepada lembaga BAZIS (baca: lembaga resmi) lebih baik, karena lebih terjamin pemerataan pembagian zakat itu. Ini karena boleh jadi mustahaq (yang berhak menerima) memeroleh dari berbagai sumber sedang ada selainnya yang tidak memeroleh sama sekali.
Di sisi lain, memberi kepada amil yang tidak resmi berarti menunjuk wakil Anda untuk memberinya sedang amil zakat yang resmi/ semi resmi berkedudukan mewakili kelompok-kelompok yang berhak menerima. Konsekuensi perbedaan ini menjadikan Anda masih berkewajiban mengeluarkan zakat, jika zakat yang Anda amanatkan ke amil yang mewakili anda itu menghilangkannya, karena zakat belum sampai kepada yang berhak menerima.
Tetapi bila Anda menyerahkan kepada amil resmi/ BAZIS, maka karena dia mewalili yang berhak, Anda tidak perlu mengeluarkan zakat lagi seandainya zakat yang Anda serahkan itu hilang di tangan amil tersebut. Demikian, wallahu a'lam.
(M Quraish Shihab dan Huzaemah Tahido, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran.)
25. Benarkah kita tidak boleh berkurban sebelum kita diakikahkan? Bolehkah membiayai untuk aqiqah diri sendiri saat sudah besar karena orang tua tidak mampu?
Tidak benar. Kita boleh berkurban meskipun kita belum diakikahkan. Mazhab Hambali membolehkan melaksanakan akikah oleh yang bersangkutan sendiri walau setelah dia dewasa karena dalam pandangan ulama-ulamanya tidak ada batas waktu bagi pelaksanaannya.
(Muhammad Arifin, Dewan Pakar Pusat Studi Alquran)
Halaman 2 dari 6
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini