Dalam acara peluncuran buku Cahaya, Cinta dan Canda M Quraish Shihab di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2015), Quraish diminta menyampaikan tanggapan atas buku yang ditulis oleh Mauluddin Anwar, Latief Siregar dan Hadi Mustofa tersebut. Ternyata, responsnya cukup mengagetkan.
"Saya sebenarnya tidak mau hadir. Tapi saudara setengah memaksa. Saya ingin mengatakan bahwa saya tidak sepenuhnya sama seperti yang ditulis di buku," ujar Quraish yang mengenakan batik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada yang istimewa, itu bukan biografi. Saya merasa tidak ada nilai-nilai yang terdapat pada diri saya yang wajar untuk ditulis sebagai biografi. Semua biasa-biasa saja," sambungnya.
Ucapan Quraish itu tentu saja terbantahkan dengan karya-karya ilmiahnya tentang tafsir Al Quran selama ini. Dia sudah membuat lebih dari 40 buku, menjadi pengajar di sejumlah universitas, jadi menteri agama sampai duta besar. Pencapaian yang jarang bisa diraih oleh intelektual Muslim di Indonesia.
Bagi Quraish, isi buku tersebut yang banyak mengupas tentang sisi lain dirinya adalah sebuah sangkaan baik dari penulis dan para tokoh yang memberikan testimoni padanya. Dia menerima itu sebagai pujian yang akan disimpannya dalam pikiran untuk diwujudkan, bukan dalam hati untuk berbangga diri.
"Kalau ada yang memuji anda benarkan pujian itu. Benarkannya dengan berusaha untuk mewujudkan kandungan itu," terangnya.
"Saya merasa tidak seperti apa yang ditulis pak Syafii Maarif. Pak Mustafa Bisri, ada sekian banyak yang kandungannya melebihi kapasitas," imbuhnya lagi. Dua tokoh tersebut di dalam buku memuji Quraish sebagai sosok intelektual bersahaja.
Buku Cahaya Cinta dan Canda M Quraish Shihab memang berbeda dari buku-buku terbitan Lentera Hati lainnya. Temanya tidak terlalu serius, namun lebih membahas sisi lain profesor Quraish dari kacamata keluarga dan kolega.
Ada cerita soal kehidupan Quraish semasa kuliah yang gemar sepakbola sampai sekarang, sampai cerita tentang tudingan Syiah, kedekatan dengan Soeharto dan tampil di kampanye Jokowi. Semua dituturkan dengan gaya santun, bersahaja dan jujur apa adanya.
"Biasanya kalau klub kesebelasan saya sudah kalah. Saya tidak mau nonton lagi," kata Quraish saat ditanya soal hobinya menonton sepakbola.
"Saya ada pesan kepada para penonton malam kalau anda dapat menonton malam hari mbok gunakan waktu untuk tahajud. Padahal ada waktu 15 menit gunakanlah 3-4 menit untuk salat," demikian pesan keagamaan yang dia selipkan untuk penggemar bola.
Para penulis buku butuh waktu setahun untuk menggarap buku. Mereka mewawancarai Quraish di sela-sela akhir pekan sambil 'mengaji' kepada sang guru.
"Kami selalu disuguhi kebab. Terima kasih pak Quraish atas pelajarannya," tutur Latief Siregar salah seorang penulis. (mad/imk)