Dua Partai Pecah, Kerja DPR Ikut 'Mentah'

Dua Partai Pecah, Kerja DPR Ikut 'Mentah'

Danu Damarjati - detikNews
Senin, 06 Jul 2015 16:43 WIB
Dua Partai Pecah, Kerja DPR Ikut Mentah
Siswa SD sedang mengunjungi DPR
Jakarta - Dua partai gaek di Indonesia, Partai Golkar dan PPP, terus saja bersengketa soal kepengurusan. Tak bisa dianggap remeh, Golkar dan PPP punya perwakilan cukup banyak di DPR. Apakah perpecahan dua partai itu berpengaruh kepada kinerja pembuatan Undang-undang DPR?

Kinerja anggota DPR RI disorot usai diketahui gesitnya kinerja anggota parlemen negeri lain, yakni dari Korea Selatan yang bisa menyelesaikan 1.913 Undang-undang dalam satu periode. Sementara DPR, dilihat dari fenomena yang nampak, lebih banyak ribut-ribut sendiri dan hanya menargetkan 160 Rancangan Undang-undang hingga lima tahun ke depan.

Kembali ke soal Golkar dan PPP, bisa dibilang mereka itu sudah pecah, sedang pecah, dan masih pecah. Mereka masing-masing masih bersengketa di pengadilan setelah proses islah gagal membuat faksi-faksi kembali bersatu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di DPR, ada 91 anggota dari GOlkar dan ada 39 anggota dari PPP. Karena perpecahan, Fraksi GOlkar terbagi menjadi kubu Aburizal Bakrie dengan Ketua Fraksi Ade Komaruddin dan kubu Agung Lakono dengan Ketua Fraksi Agus Gumiwang, fraksi terakhir tak diakui DPR.

Untuk PPP, kubu Romahurmuziy di DPR di ketuai oleh Hasrul Azwar, sementara Fraksi PPP kubu Djan FaridzΒ  diketuai oleh Epyardi Asda. Kubu terakhirlah yang diakui DPR sampai saat ini.

Perpecahan ini juga diwarnai oleh polarisasi di DPR, antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung pemerintahan Jokowi-JK dan Koalisi Merah Putih (KMP) yang menjadi seterunya. Untuk konteks Golkar, kubu Agung Laksono agak condong mendukung pemerintah, dan untuk PPP kubu Romahuruzy juga demikian. Kubu Ical di Golkar dan kubu Djan Faridz di PPP jelas loyal ke KMP.

Lalu apa hubungannya 'konflik-konflik keluarga' itu dengan kerja legislasi DPR? Ya memang tidak ada kaitannya secara langsung. Celakanya, justru konflik-konflik itu bisa menyita energi DPR sehingga mereka bisa tak konsentrasi mengurus tugas utamanya: legislasi, budgeting, pengawasan.

"DPR saat ini terlalu sibuk mengurusi kepentingan kelompoknya sehingga gagal merepresentasikan kinerja," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito saat dihubungi Kamis (2/4) lampau.

Paling tidak, ini terlihat saat muncul wacana revisi Undang-undang Partai Politik dan UU Pilkada. Di situ, perkara 'kepengurusan siapa yang sah?' ditarik-tarik supaya bisa mengakomodasi pihak-pihak yang bersengketa, dari pihaki KMP.

"Saya optimis UU Pilkada direvisi karena menjadi kebutuhan dalam mengatasi adanya pertikaian atau dualisme kepengurusan suatu parpol. Revisi ini bukan hanya untuk kebutuhan sesaat saja tapi juga untuk jangka panjang," kata Bendahara Umum Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical), Bambang Soesatyo, dalam pesan singkat, Jumat (15/5) yang lalu.
Halaman 2 dari 2
(dnu/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads