Bercerita dia tentang peristiwa tak terlupakan ketika duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar. Masih terpatri kuat rupa gagah ayahnya yang sejak dahulu gemar mendaki Puncak Jaya.
"Bapak saya dulu gemar mendaki hingga puncak gunung es, berburu dia. Sejak dulu dia mendaki. Sampai suatu saat dia jatuh dan patah kaki," tutur Maximus mengawali ceritanya itu, Jumat (3/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua tahun lamanya sang ayah menderita akibat kakinya yang patah. Tak terawat, dan sudah barang tentu kesulitan untuk mencari nafkah.
"Akhirnya Bapak meninggal setelah itu. Lalu Mama saya menjanda selama dua tahun sebelum meninggal. Mama saya menjanda dua tahun lalu ada orang pukuli sampai tempat mengandungnya (rahim, -red) pecah. Karena tak ada perawatan akhirnya meninggal dunia," ungkap dia lagi.
Setelah itu adik Maximus pun menyusul kedua orang tuanya. Adiknya menderita gizi buruk yang sudah akut hingga tak tertolong.
"Memang paling banyak penderita gizi buruk di Papua. Sampai sekarang masih ada dan paling banyak merenggut nyawa orang kita di sana. Tapi rumah sakit pemerintah tidak menjangkau ke tempat kami," kata Maximus.
Setelah keluarganya meninggalkan dirinya, Maximus merantau ke tanah Jawa. Yogyakarta adalah tempat yang dia tuju dan di kota itu dirinya mendapat banyak informasi.
"Saya kaget bahwa ternyata sangat berbeda pembangunan di Indonesia timur dengan di barat. Saya ingin di tempat kami juga mendapat pelayanan yang sama. Maka itu saya bertekad kumpulkan uang supaya bisa buat yayasan sosial yang akhirnya sekarang saya bikin program dokter terbang," tutur pria 31 tahun ini.
Program dokter terbang memang baru berjalan pada tahun ini. Tetapi sudah dua kali menyembuhkan kasus-kasus kesehatan di Kabupaten Intan Jaya.
Saat berbincang melalui pesawat telepon waktu itu Maximus sedang berada di Papua. Dia berkata bahwa dalam beberapa hari akan ke Jakarta untuk mendatangkan kembali dokter-dokter terbang dengan pesawat ke tanah kelahirannya, untuk ubah wajah Papua yang amat dia cintai.
(bpn/van)