Pekik Takbir yang Diingat Bambang Hercules Saat Pesawat Jatuh di Condet

Jakarta - Pesawat Hercules C-130 milik Skadron 31 jatuh di permukiman daerah Condet, Jakarta Timur pada tanggal 5 Oktober 1991 lalu. Kecelakaan nahas tersebut telah menewaskan ratusan prajurit Korps Pasukan Khas yang baru saja menyelesaikan tugas usai menghadiri acara HUT ABRI ke-46 di Parkir Timur, Senayan, Jakarta.

Dari total 135 penumpang yang tercatat dalam manifest, hanya satu orang yang dinyatakan selamat dari insiden Hercules itu. Dia adalah Pelda Bambang Subandi atau yang lebih dikenal di kalangan TNI sebagai Bambang Hercules.

detikcom berkesempatan bincang santai dengan Bambang di kediamannya yang terletak di Jl Kangguru 3 Komplek Dwi Kora Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (5/7/2015). Pengalaman kecelakaan yang menewaskan 134 temannya menjadi tidak terlupakan dari ingatannya.

"Waktu itu saya masih berpangkat Pratu, saya diperintahkan untuk lanjut sekolah D1 supaya mencapai Bintara. Waktu kejadian saya baru masuk 2 bulan. Sesuai manifest semua itu ada 135 prajurit. Mereka semua merupakan prajurit terbaik yang sudah menyelesaikan sekolah tinggal dimasukan ke satuannya untuk dilakukan pelantikan," tutur Bambang memulai kisahnya.

"2 Oktober 1991 mendapat tugas untuk mendukung kegiatan HUT TNI di Jakarta yang kebetulan panitianya TNI AU. Saya dan satu kompi mendapatkan pesawat Hercules dengan nomor ekor A1324," lanjut dia.

Bambang mengatakan, begitu masuk ke dalam pesawat dia langsung mengambil posisi tempat duduk di dekat ekor. Hal ini biasa dilakukannya agar dapat mengobrol ngalur ngidul dengan teman-teman secara lebih leluasa.

Pesawat pun lepas landas dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur sekitar pukul 15.00 WIB. Tidak ada firasat apa pun yang dirasakannya sebelum akhirnya benar-benar lepas landas.

Namun, takdir manusia siapa yang tahu. Tak lama setelah lepas landas, tiba-tiba pesawat yang dikemudikan Mayor Penerbang Syamsul Aminullah dan Kapten Penerbang Bambang Soegeng menukik tajam ke arah pemukiman Condet serta langsung menabrak bangunan balai kerja latihan.

"Saya sendiri tidak ada firasat, tapi jauh hari sebelum Gladi Resik kami mendapat seragam lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki seperti waktu pertama kali kita masuk militer. Waktu itu tidak biasanya, bahkan ada kawan saya pas dibagikan bilang 'Ini pembagian seragam terakhir'. Saya pikir itu bukan firasat hingga akhirnya terjadi peristiwa pesawat jatuh," kata Bambang.

"Baru naik sekitar 2-3 menit, tiba-tiba ada goncangan yang saya sendiri tidak tahu penyebab goncangan itu. Spontan, saya dan teman-teman bergeser ke kiri. Saya hanya ingat teriakan dari teman-teman, termasuk saya sendiri yang berteriak 'Allah Akbar'," sambungnya.

Pria yang kini akrab disapa Bambang Hercules itu mengaku sama sekali tidak tahu menahu posisi pesawat saat hendak jatuh seperti apa-apa. Yang dia ingat waktu itu hanyalah memasrahkan dirinya sebelum pesawat membentur daratan dan terbelah.

"Saat pesawat di atas itu semua terkunci, tidak ada yang bisa melakukan apa-apa. Semua hanya pasrah, saya sendiri sudah hanya berpikir hanya Allah yang bisa menyelamatkan saya karena begitu sadar sudah di rumah sakit. Saya hanya ingat naik pesawat," terangnya.

Bambang menduga-duga sesaat sebelum jatuh, pesawat yang ditumpanginya berada di ketinggian sekitar 200 feet atau 60,96 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kala dirinya tersadar, Bambang hanya melihat banyak luka di sekujur tubuhnya.

Dia lalu sadar setelah berada di rumah sakit. Oleh dokter, Bambang disebut mengalami luka bakar 70 persen. Sisa-sisa lukanya masih terlihat hingga kini.

Setelah mendapat perawatan hampir setahun lamanya, Bambang bisa kembali ke kehidupannya. Namun memang kondisi fisiknya tak sama lagi seperti dulu.

Bambang kini bertugas di Dinas Komando Pertahanan Nasional. Tugasnya adalah sebagai pengawas radio. Pria berumur 49 tahun itu masih gagah berseragam TNI AU dan hidup bersama istri serta tiga anaknya. (aws/dra)