Keduanya diselamatkan pada 30 Juni lalu oleh tim yang dipimpin Sekretaris Ketiga KBRI Riyadh, Chairil Anhar Siregar. Papat dan Karipah menjadi PRT sejak tahun 2010 lalu.
"Papat dilaporkan telah mendapat kekerasan fisik dari majikannya, mulai dari pemukulan, ditelanjangi ketika meminta gajinya sampai difitnah melakukan sihir. Berita mengenai Papat Patimah sempat meramaikan media massa nasional sepanjang tahun 2014 lalu," ujar Chairil melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (2/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya pembebasan keduanya penuh lika liku. Negosiasi pembebasan Papat Patimah membutuhkan waktu dan birokrasi yang tidak sederhana, mulai dari meminta bantuan Kapolres Ahsa sampai menemui Kapolsek Rokikoh untuk mendorong majikannya menyerahkan Papat," sambungnya.
Chairil dan timnya harus menempuh jarak sekitar 340 kilometer untuk mencapai Kota Ahsa, tempat tingakl majikan kedua TKW tersebut. Tim sempat menemui kesulitan saat hendak membebaskan Karipah karena sang majikan tidak pernah membawanya keluar rumah.
"Sehingga ia tidak dapat mendeskripsikan lokasi tempat tinggalnya. Karipah hanya ingat kalau rumah majikannya berada di dekat rumah makan siap saji Herfy," kata Chairil.
"Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari orang di kota seluas 534.000 KM persegi dengan patokan lokasi hanya restoran fast food," imbuhnya.
Saat ini kondisi kedua TKW itu sudah jauh lebih baik. Mereka ditampung sementara di Ruhama, yakni rumah transit yang dikelola KBRI Riyadh.
"Keduanya menyatakan ingin untuk segera pulang ke Indonesia, namun karena belum menerima sisa gaji selama 3 tahun, sementara kepulangannya ditunda dan KBRI Riyadh akan terus memperjuangkan seluruh hak keuangan keduanya," tutup dia. (aws/dha)