Begitu sinar terakhirnya menghilang di ufuk Barat, serentak dari beberapa menara masjid terdengar suara azan dikumandangkan. Kami berlari ke meja makan, menyantap ta'jil kampiun khas 'pasa lereang', Bukittinggi. Tentu tak ketinggalan mengudap sepotong martabak manis buatan mak Suman yang masih hangat itu.
Selalu terkenang dalam ingatan, lalu kami bergegas salat Maghrib ke masjid. Kembali ke rumah, makan besar dan buru-buru ke masjid lagi agar tak ketinggalan salat Isya dan tarawih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Demikian pula perasaan yang diungkapkan para pengungsi muslim Rohingya, yang sebagian ditampung di bekas Losmen Beraspati, Jalan Jamin Ginting Medan, tepat di sebelah lokasi jatuhnya pesawat Hercules AU yang jatuh kemarin.
Mereka bercerita, bahwa sebenarnya bukan melarikan diri untuk pindah ke negara lain, melainkan diusir oleh masyarakat tetangga yang berbeda keyakinan. Padahal mereka sudah turun temurun bertempat tinggal di kampung halaman mereka sendiri. Rumah dan ladang-ladang mereka dibakar, penganiayaan hingga pembunuhan kerap kali terjadi. Lalu mereka diusir lantaran mengucapkan Rabbunallah (Tuhan kami adalah Allah).
Diusir dari tanah air sendiri adalah amat menyakitkan. Dan pemerintah Myanmar terkesan melakukan pembiaran, tanpa memberi perlindungan, kaum muslim Rohingya ini kian terdesak.
Lalu berbondong bondonglah mereka menaiki perahu ala kadarnya, menyelamatkan diri tanpa arah dan tujuan. Sebagian terdampar di negara tetangga, sebagian meninggal di lautan dan tidak sedikit yang berakhir di kuburan massal.
Saat ini sebagian mereka ditampung di kota Medan, Sumatera Utara dan sebagian lagi di kota Langsa, Aceh. Sedikit sekali yang memberikan perhatian pada mereka, yang sebenarnya sangat berharap kepada saudara muslim mereka yang terbesar di dunia ini, yaitu Indonesia.
Sore tadi Kami mengadakan buka puasa bersama dengan nasi yang dihidang diatas nampan anyaman bambu, dilapisi daun dengan berbagai macam lauk pauk. Mulai dari Ayam goreng, telur balado, orak arik tempe dan tak ketinggalan urap khas Medan.
Tiap 5 orang dapat jatah satu nampan, dengan 5 potong ayam serta 5 butir telur balado. Semuanya ada sekitar 110 orang pengungsi, diantaranya 10 orang perempuan.
Saat kami berbuka bersama bersama mereka, sebagian curhat mengungkapkan perasaan kerinduan akan kampung halaman di Myanmar, rindu anak isteri, rindu keluarga. Sesuatu hal yang Rasanya sangat wajar dan manusiawi.
Namanya tempat pengungsian kerap membosankan, suasana yang monoton, tanpa hiburan, tanpa jelas akan masa depan. Walaupun mereka masih dalam penanganan badan pengungsi PBB UNHCR, sementara perundingan dengan pemerintah Myanmar belum menunjukkan titik terang.
Saat kami menyampaikan pesan, bahwa kami adalah saudara mereka, sebagian mata mulai berkaca-kaca, sayapun memohon maaf, bahwa seharusnya kami harus memiliki perhatian yang lebih baik kepada mereka.
Dengan terbata, diantara mereka mengatakan senang punya saudara di sini. Mereka berterimakasih sudah disambangi, semoga saudara-saudara mereka yang lain mau mengulurkan sedikit bantuan untuk mereka.
*) Tifatul Sembiring, anggota DPR dan mantan Presiden PKS (dra/dra)











































